Makalah oleh: Jumriati, S.Pd (Guru SMAN 1 Pallangga)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam memenuhi tuntutan pendidikan yang lebih
baik, maka pemerintah terus melakukan perubahan kurikulum yang disesuaikan
dengan kemajuan jaman. Banyak komponen yang terlibat dalam usaha membangun
dunia pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan itu sendiri, diantaranya
adanya pendidik (guru) dan siswa (pebelajar) sehingga akan terjadi namanya
proses belajar dan mengajar. Dalam proses belajar mengajar atau proses
pembelajaran, guru menjadi orang yang paling penting dalam menjalankan proses
pembelajaran tersebut berhasil atau tidaknya proses pembelajaran tersebut
tergantung terhadap guru.
Pendidik atau guru termasuk orang tua kedua
dari siswa itu sendiri setelah orang tua mereka sendiri, dalam Qs. An-Nahl ayat
78 Allah SWT berfirman yang artinya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur”. (QS. An-Nahl : 78).
Dan Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits
yang artinya : “Tidak ada anak yang dilahirkannya kecuali dalam keadaan
suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan majusi”.
(HR. Imam Muslim)
Dari ayat al-Qur'an dan Hadits tersebut
diambil kesimpulan bahwa anak yang baru lahir belum mengetahui suatu apapun
tapi Allah SWT yang memberikannya pendengaran, penglihatan dan hati, agar
dengan karunia tersebut anak bayi itu bisa memperoleh pengetahuan yang baik
dari orang tuanya. Namun selain orang tua guru adalah orang yang berperan
penting dalam mewarnai dan membentuk pengetahuan mereka oleh karenanya guru
harus dapat memilih cara mengajar yang baik dan model pembelajaran yang sesuai
dengan teori belajar yang tepat, agar dapat memenuhi tujuan dari proses
pembelajaran. Karena teori belajar yang diterapkan oleh pendidik kepada peserta
didik, akan membentuk kepribadian mereka dalam memandang hidup.
Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana
manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang
kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama atau kerangka filosofis dalam
teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme
hanya berfokus pada aspek objektif yang diamati dalam pembelajaran. Teori
kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran yang
berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di
mana pelajar aktif membangun atau mengkonstruk ide-ide baru atau konsep.
Dalam
makalah ini, kami akan mencoba mengangkat sebuah teori baru yang berkaitan
dengan teori belajar yang mungkin belum banyak orang yang membicarakan atau
mewacanakannya atau membahasnya. Dalam hal ini, kami mengangkat pembahasan
tentang “Teori Belajar Spiritual”,
yang akan melengkapi teori belajar yang telah lama dikemukakan oleh pakar
pendidikan. Sehingga dengan adanya teori belajar spiritual akan dapat membangun
kecerdasan spiritual peserta didik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang
dapat dibuat dari makalah ini adalah:
1.
Apa yang dimaksud dengan teori belajar spiritual (teori belajar
pendekatan ruhiyah)?
2. Bagaimana penerapan teori belajar spiritual
dalam pembelajaran matematika?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk meningkatkan pemahaman tentang teori belajar
spiritual (teori pendekatan ruhiyah)
2.
Untuk memahami penerapan teori belajar spiritual
(teori pendekatan ruhiyah) dalam pembelajaran matematika
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Teori Belajar Spiritual
1. Pengertian Teori
Teori merupakan kumpulan prinsip-prinsip (principles) yang disusun
secara sistematis. Prinsip tersebut berusaha menjelaskan hubungan-hubungan
antara fenomena-fenomena yang ada. Setiap teori akan mengembangkan
konsep-konsep yang digunakan sebagai simbol fenomena tertentu. Secara umum,
teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan
diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena.
Sehingga bisa dikatakan bahwa suatu teori adalah suatu kerangka kerja
konseptual untuk mengatur pengetahuan dan menyediakan suatu cetak biru untuk
melakukan beberapa tindakan selanjutnya. (dalam Ariansyah, 2015 : 4)
a. Nazir
Teori adalah pendapat
yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa atau kejadian.
b. Stevens
Teori adalah suatu
pernyataan yang isinya menyebabkan atau mengkarakteristikkan beberapa fenomena
c. Fawcett
Teori adalah suatu
deskripsi fenomena tertentu, suatu penjelasan tentang hubungan antar fenomena
atau ramalan tentang sebab akibat satu fenomena pada fenomena yang lain.
d. King
Teori adalah
sekumpulan konsep yang ketika dijelaskan memiliki hubungan dan dapat diamati
dalam dunia nyata.
e. Manning
Teori adalah
seperangkat asumsi dan kesimpulan logis yang mengaitkan seperangkat variabel
satu sama lain. Teori akan menghasilkan ramalan-ramalan yang dapat dibandingkan
dengan pola-pola yang diamati.
Dari Pendapat di atas
dapat simpulkan bahwa teori adalah kumpulan beberapa konsep yang mempunyai
hubungan antar fenomena atau ramalan tentang sebab akibat satu fenomena pada
fenomena yang lain.
2. Pengertian Belajar
Menurut Oemar Hamalik (2001:172)
belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi
dengan lingkungannya. Jadi, belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar
yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional
guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor. Sedangkan Slameto (2003) menyatakan bahwa belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sehingga hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Gagne (dalam Haling,
2004:78) mendefenisikan belajar adalah mekanisme dimana seseorang menjadi
anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi
skill, pengetahuan, attitude
(perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia sehingga belajar
adalah hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut
kapasitas (outcome).
Selanjutnya pengertian
belajar yang dikemukakan oleh Hudoyo (dalam Sriwahyuni, 2005) menyatakan bahwa
belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Pengetahuan, keterampilan,
kebiasaan, kegemaran, dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan
berkembang disebabkan belajar. Seseorang dikatakan belajar apabila dapat
diasumsikan pada diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang
mengakibatkan perubahan tingkah laku. Dengan demikian dapat diamati bahwa
seseorang dikatakan telah belajar apabila dia telah mengalami suatu proses
kegiatan tertentu sehingga dalam dirinya terjadi suatu perubahan tingkah laku
yang kelihatan atau nampak.
Belajar menurut Morgan
(dalam Sagala, 2005:13) adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa seseorang telah dapat dikatakan belajar apabila dalam
diri orang itu telah terjadi perubahan tingkah laku yaitu penambahan
pengetahuan berkat adanya proses kegiatan berupa pengalaman dan
latihan-latihan.
3. Pengertian Spiritual
Kata spiritual sering
digunakan dalam percakapan sehari-hari. Untuk memahami pengertian spiritual
dapat dilihat dari berbagai sumber. Menurut Oxford
English Dictionary, untuk memahami makna kata spiritual dapat diketahui dari
arti kata-kata berikut ini : persembahan, dimensi supranatural, berbeda dengan dimensi fisik, perasaan atau pernyataan
jiwa, kekudusan, sesuatu yang suci, pemikiran yang intelektual dan berkualitas,
adanya perkembangan pemikiran dan perasaan, adanya perasaan humor, ada
perubahan hidup, dan berhubungan dengan organisasi keagamaan. Sedangkan
berdasarkan etimologinya, spiritual berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan
mampu menggerakkan serta memimpin cara berpikir dan bertingkah laku seseorang.
Definisi spiritual setiap individu
dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan
ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga memberikan suatu perasaan yang
berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri sendiri), interpersonal
(hubungan antara orang lain dengan lingkungan) dan transpersonal (hubungan yang
tidak dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan ketuhanan yang merupakan
kekuatan tertinggi). Adapun unsur-unsur spiritualitas meliputi kesehatan
spiritual, kebutuhan spiritual, dan kesadaran spiritual. Dimensi spiritual
merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara unsur
psikologikal, fisiologikal, atau fisik, sosiologikal dan spiritual.
Beberapa Teori
tentang Psikologi Spiritual (dalam
Ariansyah, 2015: 7)
1. Teori Monistik (Mono = Satu)
Teori ini berpendapat bahwa
sumber kejiwaan agama yang paling dominan adalah satu. Akan tetapi,
sumber tunggal manakah yang paling dominan. Timbul beberapa pendapat dari para
ahli.
2. Thomas van Aquino
Thomas mengemukakan
bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah pikiran. Manusia ber-Tuhan karena manusia menggunakan kemampuan pikirannya.
3. Fredrick Hegel
Filosof Jerman ini berpendapat agama adalah suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran abadi. Berdasarkan hal itu, agama
semata-mata merupakan hal-hal atau persolan yang berhubungan dengan pikiran.
4. Sigmund Freud
Pendapat S. Freud
unsur kejiwaan yang menjadi sumber kejiwaan agama ialah libido sexuil (naluri seks).
5. Rusolf Otto
Menurut pendapatnya
sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum yang berasal dari the wholly other (yang sama sekali lain).
6. Teori Fakulti (Faculty Theory)
Teori ini berpendapat
bahwa tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada suatu faktor yang tunggal
tetapi terdiri dari beberapa unsur, antara lain yang anggap memang berperan
penting adalah:
a. Cipta (Reason)
Merupakan fungsi
intelektual jiwa manusia. Ilmu Kalam (Teologi) adalah cerminan adanya pengaruh fungsi intelektual ini.
Melalui cipta, orang dapat menilai, membandingkan, dan memutuskan sesuatu
tindakan terhadap stimulus tertentu.
b. Rasa (Emotion)
Yang menjadi objek
penyelidikan sekarang pada dasarnya adalah bukan anggapan bahwa pengalaman
keagamaan seseorang itu dipengaruhi oleh emosi, melainkan sampai berapa jauhkah
peran emosi itu dalam agama.
c. Karya (Will)
Will berfungsi
mendorong timbulnya pelaksanaan doktrin serta ajaran agama berdasarkan fungsi kejiwaan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat generalkan secara umum bahwa
spiritual adalah suatu dimensi supranatural yang berdasar pada kepercayaan
terhadap Tuhan melalui pernyataan jiwa dan perasaan yang dapat menggerakkan
serta memimpin cara berpikir dan bertingkah laku seseorang.
Pengertian teori belajar spiritual adalah kumpulan konsep
yang berhubungan proses perubahan tingkah laku yang berdasar pada kepercayaan
terhadap Tuhan.
C. Proses Perkembangan Spiritual Peserta Didik
Teori belajar spiritual dalam perkembangan peserta didik dapat dilihat
dari implementasi pembelajaran yang dilakukan seorang tokoh Islam yang namanya
diabadikan dalam Al-Qur’an yaitu Lukman. Beberapa keteladanan dalam
pembelajaran atau pendidikan dapat dilihat dari nasihat yang diberikan Lukman
kepada anaknya sebagai berikut. Sepuluh Nasihat Lukmanul Hakim kepada
Anaknya berdasarkan
al-Qur’an surat Luqman ayat 13, 16, 17, 18, dan 19 penulis berpandangan bahwa
pada ayat-ayat tersebut terdapat sepuluh Nasihat Lukmanul Hakim kepada anaknya.
Adapun sepuluh nasihat tersebut adalah sebagai berikut (Ansyari, 2015 : 1).
1. Nasihat Agar Tidak Musyrik
kepada Allah SWT
Disebutkan kisahnya oleh firman Allah SWT, (QS.Luqman
: 13)
Artinya : “Dan
(Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Al-Qur’an
dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Lukman berpesan kepada anaknya sebagai orang yang
paling disayanginya dan paling berhak mendapat pemberian paling utama dari
pengetahuannya. Oleh karena itulah, Lukman dalam nasihat pertamanya
berpesan agar anaknya menyembah Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan
dengan sesuatu pun seraya memperingatkan kepadanya : (QS.Luqman [31]: 13)
Artinya : “…Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar….” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI :
2005 : 412).
Yakni
syirik adalah dosa yang paling besar. Sehubungan dengan hal ini, Bukhari telah
meriwayatkan hadits melalui ‘Abdullah ibn Mas’ud ra,
قال
البخاري حدثنا قتيبة، حدثنا جرير، عن الأعمش، عن إبراهيم، عن علقمة ،عن عبد الله،
رضي الله عنه، قال: لما نزلت: الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ
بِظُلْمٍ، شق ذلك على أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، وقالوا: أينا لم يَلْبس
إيمانه بظلم؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “إنه ليس بذاك، ألا تسمع إلى قول
لقمان: يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya : “Al-Bukhari berkata, telah
menerangkan kepada kami Qutaibah, (kata Qutaibah) telah menerangkan kepada kami
Jarir, dari al-A’masy, dari Ibrahim, dari ’Alqamah, dari ‘Abdullah ibn Mas’ud
ra ia berkata, Ketika turun ayat : ‘Orang-orang yang beriman dan
tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman,’ hal itu
sangatlah memberatkan para sahabat, mereka berkata, ‘Siapakah diantara kami
yang tidak mencampuradukkan keimanannya dengan kedzaliman?.’ Maka Rasulullah
SAW bersabda, ‘Sesungguhnya bukanlah demikian (pengertiannya seperti yang
kalian katakan), tidakkah kalian pernah mendengar ucapan Lukman: Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.‘”
Syirik di sini
diungkapkan dengan perbuatan zalim. Mereka mencampur-adukkan iman mereka dengan
kezaliman, yakni dengan kemusyrikan. Selanjutnya, Lukman mengiringinya dengan
pesan lain, yaitu agar anaknya menyembah Allah SWT semata dan berbakti kepada
kedua orang tua sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, (QS.al-Isra [17]: 23)
Artinya : “Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al-Qur’an dan
Terjemah Depag RI : 2005 : 284).
Dan memang Allah SWT sering menggandengkan keduanya
dalam al-Qur’an. Penulis tidak memasukkan ayat 14 dan 15 dari Qur’an surat
Luqman sebagai wasiat Lukman al-Hakim kepada anaknya karena memperhatikan
tekstual ayat tersebut tidak menggambarkan bahwa ayat tersebut adalah ucapan Lukam
kepada anaknya, walau demikian tetap kedua ayat tersebut menjadi nasihat bagi
anak dari Lukman al-Hakim dan anak dari orang tua muslim lainnya.
Firman
Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 14-15)
Artinya : “ Dan kami perintahkan kepada
manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya
kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah
kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan.” (Al-Qur’an
dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
2. Nasihat Agar Memegang Teguh
Ketauhidan
Disebutkan oleh firman-Nya, (QS.Luqman : 16)
Artinya : “(Luqman
berkata): “Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji
sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah
akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Seandainya amal sekecil dzarrah (biji kecil) itu dibentengi dan ditutupi
berada dalam batu besar yang membisu atau hilang dan lenyap di kawasan langit
dan bumi, maka sesungguhnya Allah SWT pasti akan membalasnya. Demikianlah
karena sesungguhnya Allah pasti akan membalasnya. Demikianlah karena
sesungguhnya Allah, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya dan tiada
sebutir dzarrah pun, baik yang ada di langit maupun di
bumi, terhalang dari penglihatan-Nya. Oleh sebab itulah disebutkan oleh
firman-Nya, (QS.Luqman [31]:13)
Artinya : “Sesungguhnya
Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Al-Qur’an dan
Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Diceritakan bahwa anak Lukman al-Hakim bertanya kepada ayahnya
tentang sebutir biji yang jatuh ke dasar laut, apakah Allah mengetahuinya? Maka
Lukman menjawabnya dengan mengulangi jawaban semula yang disebutkan dalam
firman-Nya,(QS.Luqman [31]: 16)
Artinya : “(Luqman berkata): “Hai anakku, Sesungguhnya jika ada
(sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit
atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Al-Qur’an
dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).(Jamaal ‘Abdul Rahman dalam Ansyari, 2015: 1).
3. Nasihat Agar Mendirikan
Shalat
Lukman al-Hakim terus-menerus memberikan pengarahan
kepada anaknya dalam pesan selanjutnya. Kisahnya disebutkan oleh firman-Nya,
(QS.31:17)
Artinya : “Hai anakku, Dirikanlah shalat….” (Al-Qur’an dan
Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
‘Aqimish-shalaata,
dirikanlah shalat, lengkap dengan batasan-batasan, fardhu-fardhu, dan
waktu-waktunya. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 430).
4. Nasihat Agar Memiliki
Keberanian Memerintah kepada Kebaikan
Pesan Lukman al-Hakim yang keempat adalah agar anaknya
memiliki keberanian memerintah manusia untuk berbuat baik. Firman Allah SWT,
(QS.Luqman [31]: 17)
Artinya : “…dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik….” (Al-Qur’an
dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
5. Nasihat Agar Memiliki
Keberanian Mencegah Kemungkaran
Pesan Lukman al-Hakim yang kelima adalah agar anaknya
memiliki keberanian untuk mencegah orang-orang yang berada di sekitarnya
berbuat kemungkaran. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 17)
Artinya :“…dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar….” (Al-Qur’an
dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Terhadap pesan Lukman al-Hakim yang
keempat dan kelima kepada anaknya di atas, Ibnu Katsir memberikan keterangan, Wa’mur bi’l-ma’ruufi wanha ‘ani’l-mungkar,
perintahkanlah perkara yang baik dan cegahlah perkara yang munkar menurut batas
kemampuan dan jerih payahmu.
6. Nasihat Agar Bersabar
Terhadap Musibah yang Menimpa
Pesan Lukman al-Hakim yang keenam adalah agar anaknya
bersabar terhadap musibah yang menimpa. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 17)
Artinya : “…dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya
yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”(Al-Qur’an
dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Karena sesungguhnya untuk merealisasikan amar
ma’ruf dan nahyi mungkar, pelakunya pasti akan mendapat gangguan dari orang
lain. Oleh karena itulah, dalam pesan selanjutnya Lukman memerintahkan kepada
anaknya untuk bersabar.
Firman
Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 17)
Artinya : “… Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah).” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Yakni bersikap sabar dalam memhhadapi gangguan
manusia termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah SWT. Menurut pendapat lain, Lukman memerintahkan
kepada anaknya bersabar dalam menghadapi berbagai macam kesulitan hidup di
dunia, seperti berbagai macam penyakit dan sebagainya, dan tidak sampai ketidak
sabarannya menghadapi hal tersebut akan menjerumuskannya ke dalam perbuatan
durhaka terhadap Allah SWT. pendapat ini cukup baik karena pengertiannya bersifat
menyeluruh. Demikianlah menurut al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya. Menurut
makna lahiriahnya, hanya Allah yang lebih mengetahui, bahwa firman-Nya,
(QS.Luqman [31]: 17)
Artinya : “… Sesungguhnya yang demikian itu….” (Al-Qur’an
dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Isyarat yang terkandung di dalamnya menuunjukan kepada
sikap mengerjakan shalat, menunaikan amaar ma’ruf dan nahyi mungkar, serta
bersabar menghadapi ganguan dan musibah, semuanya termasuk hal-hal yang
diwajibkan oleh Allah SWT. (Jamaal ‘Abdul Rahman dalam Ansyari , 2015 : 1).
7. Nasihat Agar Tidak Bersikap
Sombong terhadap Orang Lain
Pesan Lukman al-Hakim yang ketujuh adalah agar anaknya
jangan memalingkan muka dari manusia karena sombong, merasa diri paling tinggi
derajatnya dari orang lain. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 18)
Artinya : “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong)….” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Ash-Sha’r artinya
berpaling. Makna asalnya adalah suatu penyakit yang menyerang tengkuk unta atau
bagian kepalanya sehingga persendian lehernya terlepas dari kepalanya,
kemudian diserupakanlah dengan seorang lelaki yang bersikap sombong. (Sayyid
Qutb dalam Ansyari, 2015: 1).
Ibnu Abbas ra menafsirkan firman
Allah SWT, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong)….” yakni janganlah engkau bersikap
sombong dengan meremehkan hamba-hamba Allah dan memalingkan mukamu dari mereka
bila mereka berbicara denganmu. (Ath-Thabari jilid XXI : 1988 :
74).Yang dimaksud ialah hadapkanlah wajahmu ke arah mereka dengan
penampilan yang simpatik dan menawan. Apabila orang yang paling muda di antara
mereka berbicara denganmu, dengarkanlah ucapannya sampai dia menghentikan
penbicaraannya. Demikianlah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. (Jamaal
‘Abdul Rahman dalam Ansyari, 2015:1).
8. Nasihat Agar Tidak Angkuh
dalam Menjalani Hidup
Pesan Lukman al-Hakim yang kedelapan adalah agar
anaknya tidak angkuh dalam menjalani hidup. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]:
18)
Artinya : “…dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri.” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Berjalan di muka bumi dengan angkuh, ialah cara
berjalan dengan langkah yang angkuh dan sombong dan enggan untuk bercampur gaul
dengan orang lain (disebabkan kesombongannya itu). Cara berjalan yang
maupun Khalik (Allah SWT) atapun makhluk (manusia) sama-sama tidak menyukainya.
Cara berjalan yang sombong adalah indikasi akan lupa dirinya seorang
hamba kepada Dzat Allah SWT (yang hanya Dia yang berhak untuk sombong). (Sayyid
Qutb dalam Ansyari, 2015 : 1).
Manusia menjalani hidup diantaranya dengan berjalan
menelusuri relung-relung kehidupan setiap harinya. Lukman al-Hakim mengajarkan
kepada anaknya untuk tetap tawadlu’ (rendah hati) dan tidak takabbur (sombong)
diantanya dengan menekankan agar dalam cara berjalan tidak berjalan dengan
angkuh dan sombong.
9. Nasihat Agar Menyederhanakan
Cara Berjalan
Pesan Lukman al-Hakim yang kesembilan adalah agar
anaknya menyederhanakan cara berjalan. Nasihat kesembilan ini berserta nasihat
ketujuh, kedelapan dan kesepuluh adalah sama-sama menekankan untuk tidak
berlaku sombong dan menanamkan sifat tawadlu’ kepada anak.
Setelah Lukman al-Hakim memperingatkan anaknya agar
waspada terhadap akhlaq yang tercela dengan nasihat ketujuh dan kedelapannya,
dia lalu menggambarkan kepadanya akhlaq mulia yang harus dikenakannya. Firman
Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 19)
Artinya : “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan….” (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Waqsid fii masyika, Yakni berjalanlah
dengan cara jalan yang pertengahan, tidak dengan langkah yang lambat dan tidak
pula dengan langkah yang terlalu cepat, namun dengan langkah yang pertengahan
antara lambat dan cepat. (Ibnu Katsir jilid III : 1990 : 430).
Nasihat Lukman al-Hakim yang
kesembilan ini adalah sesuai dengan salah satu sifat ‘Ibaadu’r-Rahmaan (hamba-hamba yang baik dari
Tuhan yang Maha Penyayang). Firman Allah SWT, (QS.al-Furqan [25]: 63)
Artinya : “Dan
hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di
atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (Al-Qur’an
dan Terjemah Depag RI : 2005 : 365).
10. Nasihat Agar Melunakkan
Suara
Nasihat Lukman yang terakhir kepada anaknya yang
terdapat dalam Qur’an surat Luqman adalah agar anaknya melunakkan suara dalam
berbicara dengan orang lain. Firman Allah SWT, (QS.Luqman [31]: 19)
Artinya : “…Dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah
suara keledai. (Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI : 2005 : 412).
Menurut Ibnu abbas ra, waghdud min shautik, yakni
rendahkanlah suarmu dan janganlah bersuara dengan keras (tanpa alasan yang baik).Menurut
al-Maraghi, waghdud min shautik, yakni
kurangilah dari nada suara dan ringkaslah dalam berbicara, dan janganlah
meninggikan suaramu ketika tidak ada keperluan apapun untuk meninggikannya,
karena hal itu adalah tindakan yang dipaksakan oleh yang berbicara dan dapat
mengganggu diri dan pemahaman orang lain. (Al-Maraghi dalam
Ansyari, 2015: 1).
Teori Fowler
(dalam Aryansyah, 2015: 14) mengusulkan tahap perkembangan spiritual dan
keyakinan dapat berkembang hanya dalam lingkup perkembangan intlektual dan
emosional yang dicapai oleh seseorang. Dan ketujuh tahap perkembangan agama itu
adalah :
1. Tahap prima
faith. Tahap kepercayaan
ini terjadi pada usia 0-2 tahun yang ditandai dengan rasa percaya dan setia
anak pada pengasuhnya. Kepercayaan ini tumbuh dari pengalaman relasi mutual.
Berupa saling memberi dan menerima yang diritualisasikan dalam interaksi antara
anak dan pengasuhnya.
2. Tahap intuitive-projective,
yang berlangsung antara usia 2-7 tahun. pada tahap ini kepercayaan anak
bersifat peniruan, karena kepercayaan yang dimilikinya masih merupakan gabungan
hasil pengajaran dan contoh-contoh signivikan dari orang dewasa, anak kemudian
berhasil merangsang, membentuk, menyalurkan dan mengarahkan perhatian seponten
serta gambaran intuitif dan proyektifnya pada ilahi.
3. Tahap mythic-literal
faith, Dimulai dari usia 7-11 tahun. pada tahap ini, sesuai dengan tahap
kongnitifnya, anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi
masyarakatnya. Gambaran tentang tuhan diibaratkan sebagai seorang pribadi,
orangtua atau penguasa, yang bertindak dengan sikap memerhatikan secara
konsekuen, tegas dan jika perlu tegas.
4. Tahap synthetic-conventional
faith, yang terjadi pada usia 12-akhir masa remaja atau awal masa dewasa.
Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang simbolisme
dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran. Sistem
kepercayaan remaja mencerminkan pola kepercayaan masyarakat pada umumnya, namun
kesadaran kritisnya sesuai dengan tahap operasional formal, sehingga menjadikan
remaja melakukan kritik atas ajaran-ajaran yang diberikan oleh lembaga
keagamaan resmi kepadanya. Pada tahap ini, remaja juga mulai mencapai
pengalaman bersatu dengan yang transenden melalui symbol dan upacara keagamaan
yang dianggap sacral. Symbol-simbol identik kedalaman arti itu sendiri. Allah
dipandang sebagai “pribadi lain” yang berperan penting dalam kehidupan mereka.
Lebih dari itu, Allah dipandang sebagai sahabat yang paling intim, yang tanpa
syarat. Selanjutnya muncul pengakuan bahwa allah lebih dekat dengan dirinya
sendiri. Kesadaran ini kemudian memunculkan pengakuan rasa komitmen dalam diri
remaja terhadap sang khalik.
5. Tahap
individuative- reflective faith, yang terjadi pada usia 19 tahun atau pada
masa dewasa awal, pada tahap in8i mulai muncul sintesis kepercayaan dan
tanggung jawab individual terhadap kepercayaan tersebut. Pengalaman personal
pada tahap ini memainkan peranan penting dalam kepercayaan seseorang. Menurut
Fowler dalam Desmita (2009:280) pada tahap ini ditandai dengan :
a. Adanya kesadaran terhadap relativitas
pandangan dunia yang diberikan orang lain, individu mengambil jarak kritis
terhadap asumsi-asumsi sistem nilai terdahulu.
b. Mengabaikan kepercayaan terhadap otoritas
eksternal dengan munculnya “ego eksekutif” sebagai tanggung jawab
dalam memilih antara prioritas dan komitmen yang akan membantunya membentuk
identitas diri.
6. Tahap Conjunctive-faith,
disebut juga paradoxical-consolidation faith,yang dimulai pada usia
30 tahun sampai masa dewasa akhir. Tahap ini ditandai dengan perasaan
terintegrasi dengan symbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama. Dalam
tahap ini seseorang juga lebih terbuka terhadap pandangan-pandangan yang
paradoks dan bertentangan, yang berasal dari kesadaran akan keterbatasan dan
pembatasan seseorang.
7. Tahap universalizing
faith, yang berkembang pada usia lanjut. Perkembangan agama pada masa ini
ditandai dengan munculnya sisitem kepercayaan transcendental untuk mencapai
perasaan ketuhanan, serta adanya desentransasi diri dan pengosongan diri.
Pristiwa-prisiwa konflik tidak selamanya dipandangan sebagai paradoks,
sebaliknya, pada tahap ini orang mulai berusaha mencari kebenaran universal.
Dalam proses pencarian kebenara ini, seseorang akan menerima banyak kebenaran
dari banyak titik pandang yang berbeda serta berusaha menyelaraskan
perspektifnya sendiri dengan perspektif orang lain yang masuk dalam jangkauan
universal yang paling luas.
Menurut Darajat (2005) pada umumnya agama seseorang
ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilalui pada
masa kecilnya dulu.
Perkembangan Individu terhadap agama:
Tahap
|
Usia
|
Penjelasan
|
Tahap I Kanak-kanak
|
0-6 tahun
|
Pendidikan agama pada
umur ini mulai semua pengalaman anak, baik melalui ucapan yang didengarnya,
tindakan, perbuatan, dan sikap yang dilihatnya, maupun perlakuan yang
dilakukannya.
|
Tahap II Pra Remaja
|
7-12 tahun
|
Ketika anak masuk sekolah
dasar, dalam jiwanya ia telah membawa bekal rasa agama yang terdapat dalam
kepribadiannya, dari orang tuanya dan dari gurunya ditaman kanak-kanak.
|
13-16 tahun
|
Perasaan kepada Tuhan
tergantung kepada perubahan emosi yang sedang dialami. kadang-kadang ia
sangat membutuhkan Tuham, kadang-kadang ia kurang membutuhkan Tuhan.
|
|
Tahap IV Remaja Akhir
|
17-21 tahun
|
Kecerdasan remaja telah
sampai kepada menuntut agar ajaran agama yang ia terima masuk akal, dapat
dipahami dan dijelaskan secara ilmiah dan rasional, namun perasaan masih
memegang peran penting dalam sikap dan tindakan agama remaja.
|
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak melalui beberapa fase
(tingkatan). Dalam bukunya yang berjudul The Development of Religion on Childern, ia mengatakan
bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan, (dalam Ariansyah, 2015) yaitu:
1. The
Fairy Tale Stage
(Tingkat Dongeng)
Tingkat ini dimulai pada anak berusia 3-6
tahun. Pada tingkat ini konsep mengenal Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh
fantasi dan emosi. Pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep
ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya.
2. The
Realistic Stage
(Tingkat Kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk Sekolah
Dasar. Pada masa ini, ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang
mendasar kepada kenyataan (realita).
3. The
Individual Stage (Tingkat Individual)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan
emosional yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka.
D. Karakeristik Perkembangan Spiritualis Peserta
Didik
1. Karakteristik perkembangan spiritualitas
anak usia sekolah
Tahap mythic-literal faith, yang
dimulai usia 7-11 tahun. Menurut Fowler
(dalam Aryansyah, 2015), berpendapat bahwa tahap
ini, sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya, anak mulai berfikir secara
logis dan mengatur dunia dengan katagori-katagori baru. Pada tahap ini anak
secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya, dan secara
khusus menemukan koherensi serta makna pada bentuk-bentuk naratif.
Sebagai anak yang tengah berada dalam tahap
pemikiran operasional konkret, maka anak usia sekolah dasar akan memahami
segala sesuatu yang abstrak dengan interpretasi secara konkret. Hal ini juga
berpengaruh terhadap pemahaman mengenai konsep-konsep keagamaan. Dengan
demikian, gagasan-gagasan keagamaan yang bersifat abstrak yang tadinya dipahami
secara konkret, seperti tuhan itu satu,tuhan itu amat dekat, tuhan ada di
mana-mana, mulai dapat di pahami secara abstrak.
2. Karakteristik perkembangan spiritualitas
remaja
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak
misalnya keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup
berarti. Kalau pada awal masa anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan
berfikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka
pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih
mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman terhadap
keyakinan agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh sebab itu, meskipun pada masa awal
anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada
masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam perkembangan kognitifnya. Mungkin
mereka mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri.
Perkembangan Penghayatan Keagamaan.
Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian
a. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya
secara asional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada
indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
b. Penghayatan
secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterima sebagai
keharusan moral.
c. Periode usia sekolah dasar merupakan masa
pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya.
E. Penerapan Teori Belajar Spiritual Dalam Pembelajaran
Matematika
Islam sendiri
memberikan sumbangan yang besar dalam perkembangan ilmu matematika itu sendiri.
Dan matematika, adalah sebuah ilmu yang sudah tidak asing lagi kita dengar pada
saat ini. Hampir semua orang, mengenal matematika. Bahkan, dalam institusi
formal pun semenjak kita mengecap pendidikan TK hingga Sekolah Menengah Umum
(SMU) pun diharuskan mempelajari matematika. Dan banyak orang mengira bahwa
matematika adalah ilmu yang dihasilkan oleh para ilmuwan Barat sehingga
didalamnya jauh dari nilai – nilai spiritual. Padahal menurut Abdusysyakir (dalam
Kusuma, 2010:1), sesungguhnya matematika itu
memiliki hubungan yang sangat erat dengan tradisi spiritual umat Islam, akrab
dengan al-Qur’an, dan tentunya matematika juga dapat dijadikan sebagai “jalan”
menuju pencapaian manfaat-kebahagiaan baik di dunia maupun akhirat.
Matematika berada pada
posisi di antara dunia nyata dan dunia ghaib. Matematika tidak berada di dunia
nyata sehingga objek matematika bersifat abstrak dan tidak berada di dunia
ghaib sehingga objek matematika bukan suatu “penampakan”. Membawa objek dunia
nyata ke dalam bahasa matematika disebut dengan abstraksi dan mewujudkan
matematika dalam dunia nyata disebut aplikasi. Matematika berada di antara
dunia syahadah dan ghaibiyah. Dengan demikian, maka matematika bersifat
“setengah nyata dan setengah gaib”. Untuk memahami objek yang nyata diperlukan
pendekatan rasionalis, empiris, dan logis (bayani dan burhani). Sedangkan untuk
memahami objek yang gaib diperlukan pendekatan intuitif, imajinatif, dan
metafisis (irfani). Kekuatan utama dalam matematika justru terletak pada
imajinasi atau intuisi yang kemudian diterima setelah dibuktikan secara logis
atau deduktif. Dengan demikian, maka untuk mempelajari matematika perlu
penggabungan ketiga pendekatan tersebut, yaitu bayani, burhani, dan ‘irfani.
Sehingga , matematika perlu dipelajari dengan kedua potensi kita, jasmani dan
ruhani, aql dan qalb secara bersamaan. Qalb saja memang dapat mempelajari
matematika, tetapi kadang tidak dapat memberikan penjelasan yang logis dan
rasional. Qalb dapat menjawab 3 + 4 = 7, tetapi kadang tidak dapat menjawab
mengapa bisa 7. Aql saja dapat mempelajari matematika, tetapi kadang terlalu
lama dalam berpikir dan tidak dapat menangkap hakikat.
Belajar matematika
perlu melibatkan potensi intelektual, emosional, dan spiritual secara
bersamaan. Perlu penggunaan aql dan qalb secara bersama, melalui jalur jasmani
(kasab) dan juga jalur ruhani (kasyaf). Aspek pengembangan kemampuan berpikir
(kognitif), sikap (afektif), dan prilaku (psikomotor) dalam belajar matematika
dapat tercapai dengan baik dengan paradigma ulul albab. Potensi dzikir untuk
mengembangkan aspek afektif dan fikir untuk mengembangkan aspek kognitif agar
menghasilkan amal sholeh (psikomotor).
Belajar matematika
yang abstrak, yang memerlukan kemampuan pikir dan imajinasi dapat dilakukan
dengan paradigma ulul albab yang menggunakan pendekatan rasionalis, empiris,
dan logis (bayani dan burhani) sekaligus pendekatan intuitif, imajinatif, dan
metafisis (irfani). Pada bagian kedua, diuraikan tentang aspek-aspek matematika
yang termaktub dalam al-Qur’an. Juga bisa dibuktikan membuktikan bahwa ternyata
di dalam al-Qur’an itu juga membicarakan konsep–konsep matematika. Hal ini akan
dapat mematahkan “kepercayaan” sebagian orang yang meyakini bahwa matematika
itu produk Barat. Konsep yang dipaparkan di antaranya mengenai: konsep
himpunan, bilangan, pengukuran, statistika, estimasi, dan keajaiban-keajaiban
matematika lainnya yang tersurat dalam al-Qur’an. (Kusuma, 2010 : 1)
Dan pandangan Islam terhadap matematika memberikan
matematika tempat yang khusus bagi Muslim karena cocok dengan karakter
pemikiran Islam tentang keesaan dan abstraksi. Bagi Muslim matematika bukan
dianggap sekuler, tapi merupakan alat untuk mencapai dunia pengetahuan
berdasarkan hal-hal yang dirasakan.
Dalam Al-Quran juga mengandung banyak aspek matematika
seperti hukum waris,serta dampak social moral ekonomi dalam hal ini termasuk
dalam aspek niaga atau perdagangan. Serta dalam peribadatan juga diperlukan
hitungan dan olahan statistik seperti pada penetapan waktu shalat. Dijelaskan
dalam firman Allah:
“maka apabila kamu telah menyelesaikan
shalat(mu),ingatlah Allah diwaktu berdiri,diwaktu duduk,dan diwaktu berbaring.
Dan kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasanya). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang beriman”. (QS Al-Nisa:103)
Disamping itu juga terdapat dapat bentuk
transformasi shalat atau tentang putaran sudut yang dibuat saat melakukan
shalat,. Salah satunya, shalat gerhana berhubungan dengan terjadinya gerhana
baik matahari maupun bulan. Dalam shalat gerhana ada dua kali rukuk, setiap
ruku’ dianggap bersudut 90 derajat. Jika dijumlah maka sudutnya menjadi 180
derajat. Dalam matematika ini membentuk garis lurus. Ternyata, ratusan tahun
kemudian para ahli baru menemukan bahwa gerhana pun terjadi akibat posisi
bulan, bumi dan matahari yang berada pada satu garis lurus.
Ini merupakan sebagian kecil dari ilmu kebenaran
Al-Quran yang telah diteliti maknanya, setelah beberapa tahun lalu oleh ilmuwan
barat telah dibuktikan pula manfaat shalat dan puasa untuk kesehatan.
Logikanya, jika dalam tiap kali kita melakukan ruku itu membentuk 90 derajat,
maka dalam tiap satu raka’at itu kita membentuk 360 derajat, sebagaimana bumi
berputar yang menandakan sebagai sebuah proses kehidupan. Hal ini bisa kita
simpulkan bahwa orang hidup perlu salat yang berputar 360 derajat. Ini tentu
saja berbeda dengan orang mati yang tidak lagi perlu salat, tidak lagi hidup,
karena itu, salat mayit pun tidak disertai dengan gerakan-gerakan sujud dan
ruku, karena memang tidak lagi bergerak atau mati.
Rahasia sholat lainnya yaitu bacaan takbir yang diucapkan
pada 29 kali shalat taraih dan witir ditambah sholat Ied maka akan ditemukan
bilangan 1786 yang jika dibagi 19 adalah 94. Menariknya, angka 94 itu adalah
jumlah kalimat takbir dalam lima kali sholat dalam sehari. Hal-hal tersebut
merupakan contoh kecil dari nilai matematika dalam Islam, masih banyak lagi
yang belum bisa dipecahkan atau ditemukan oleh manusia. Dan dengan adanya aspek
matematika dalam Al-quran Hal ini akan dapat mematahkan “kepercayaan” sebagian
orang yang meyakini bahwa matematika itu produk Barat. Disamping itu, banyak
ilmuwan Islam yang juga sangat berperan terhadap perkembangan matematika,
seperti Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa Al-Khwarizmi atau yang biasa dikenal di
kawasan Eropa dengan nama Algorisme. Al-Khwarizmi adalah orang muslim yang
sangat dikenal karena kemampuannya dalam bidang matematika.
Kemudian matematika perlu dipelajari dengan kedua
potensi kita, jasmani dan ruhani, aql danqalb secara
bersamaan. Qalb saja memang dapat mempelajari matematika,
tetapi kadang tidak dapat memberikan penjelasan yang logis dan rasional. Qalb
dapat menjawab 3 + 4 = 7, tetapi kadang tidak dapat menjawab mengapa bisa
7. Aql saja dapat mempelajari matematika, tetapi kadang
terlalu lama dalam berpikir dan tidak dapat menangkap hakikat.
Belajar matematika perlu melibatkan potensi
intelektual, emosional, dan spiritual secara bersamaan. Perlu penggunaan aql dan qalb secara
bersama, melalui jalur jasmani (kasab) dan juga jalur rohani (kasyaf).
Aspek pengembangan kemampuan berpikir (kognitif), sikap (afektif),
dan prilaku (psikomotor) dalam belajar matematika dapat tercapai dengan
baik dengan paradigma ulul albab. Potensi dzikir untuk mengembangkan aspek
afektif dan fikir untuk mengembangkan aspek kognitif agar menghasilkan amal
sholeh (psikomotor). Belajar matematika yang abstrak, yang memerlukan
kemampuan pikir dan imajinasi dapat dilakukan dengan paradigma ulul albab yang
menggunakan pendekatan rasionalis, empiris, dan logis sekaligus pendekatan
intuitif, imajinatif, dan metafisis.
Bagi orang
muslim, Al-Qur'an adalah salah satu kitab suci yang memiliki semua rahasia
kehidupan. Dalam hal ini kita akan membahas salah satu ilmu pengetahuan yang ada
di dalam Al-Qur'an yang mungkin tidak diketahui semua orang, yaitu hubungan
antara materi Matematika dengan Islam yaitu sebagai
berikut. (Taufiqurrahman, 2012 : 1) :
i. Nilai phi dengan thawaf dan ka'bah.
Thawaf merupakan salah satu rukun
haji, yaitu mengelilingi ka'bah.
Firman Allah SWT yang
artinya:
“Kemudian,
hendaklah mereka menghilangkan kotoran, yang ada pada badan mereka dan
hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka
melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)”.
Yang dimaksud dengan menghilangkan
kotoran di sini ialah memotong rambut, mengerat kuku, dan sebagainya. Yang
dimaksud dengan Nazar di sini ialah nazar-nazar yang baik yang akan dilakukan
selama ibadah haji.
Dari 'Aisyah : " Bahwasaanya Nabi SAW ketika sampai di Makkah, adalah pekerjaan
yang mula-mula beliau kerjakan, ialah mengambil air sembahyang kemudian beliau
Thawaf". Riwayat Bukhari dan Muslim.
Sebagaimana kita ketahui, thawaf
adalah berjalan keliling yang membentuk lingkaran dan dilakukan sebanyak tujuh
kali.
Sabda Rosululloh SAW :
Dari jabir : "Bahwasannya Nabi besar SAW, tatkala sampai mekah telah
mendekatkan ke hajar aswad, kemudian beliau sapu hajar aswad itu dengan tangan
beliau , kemudian beliau berjalan ke sebelah kanan beliau ; berjalan cepat tiga
kali berkeliling dan berjalan biasa empat kali berkeliling". Riwayat
Muslim dan Nasai.
Dari Abu Huraira, bahwasannya ia
telah mendengar Nabi SAW bersabda : "Barang
siapa berkeliling ka'bah tujuh kali dan ia tidak berkata selain dari : Maha
Suci Allah dan segala puli bagi Alloh, tidak ada Tuhan yang patut disembah
kecuali Allah, Allah Maha Besar dan tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali
dengan pertolongan Allah. Orang yang membaca kalimat tersebut, dihapuskan dari
padanya sepuluh kejahatan, dan dituliskan sepuluh kebaikan dan diangkat
derajatnya sepuluh tingkat ". Riwayat Ibnu Majah.
Didalam rumus luasan atau kelilling
lingkaran selalu digunakan alat ukur yang disebut phi yang
besarnya 22/7 . Angka 22 dan 7 mempunyai korelasi dengan
ibadah haji dan rukun thawaf. Surah yang artinya haji adalah Surah ke- 22 yaitu
Al-Hajj. Thawaf membentuk lingkaran sebanyak tujuh kali. Lihat kombinasi
angkanya = 22 dan 7 . Persis sama dengan phi lingkaran
yaitu .
ii.
Diagram venn
Dalam suatu diagram venn terdapat
bagian-bagian. Didalamnya terdiri dari himpunan- himpunan dan didalam himpunan
tersebut terdapat elemen-elemen. Himpunan-himpunan dalam diagram venn yang
merupakan himpunan semua obyek dari suatu pembicaraan disebut himpunan semesta.
Keterangan:
S = Orang islam
M1: Muttaqin
M2 : Mukhsin
M3 : mukmin
M4 : Muslim
K : Kafir, yang dimaksud di sini adalah orang Islam yang berprilaku seperti orang kafir.
S = Orang islam
M1: Muttaqin
M2 : Mukhsin
M3 : mukmin
M4 : Muslim
K : Kafir, yang dimaksud di sini adalah orang Islam yang berprilaku seperti orang kafir.
·
Dari gambar diagram venn tersebut
dapat dijelaskan bahwa di mata Allah SWT orang islam dibagi dalam beberapa
golongan sesuai dengan tingkat keimanannya. Yakni: muttaqin, mukmin, mukhsin,
muslim dan kafir. Dimana orang islam paling sempurna ialah apabila ia telah
mencapai tingkatan Muttaqin.
·
Muslim adalah orang yang telah bersyahadat, serta
telah berserah diri dan dalam hal ini berpasrah kepada tuhan.
·
Mukmin adalah seorang muslim yang istiqomah atau
konsisten dan berpegang teguh kepada nilai kebenaran,sampai pada hal-hal yang
terkeci
·
Mukhsin adalah orang-orang yang bertaqwa, yang
senantiasa menginfaqkan hartanya di jalan Allah.
·
Muttaqin adalah orang yang setiap perbuatannya sudah
merupakan perwujudan dari komitmen iman dan moralnya yang tinggi.
Sesuai dengan
firman Allah SWT dalam surat An-Nisa' ayat 88 yang artinya :
"Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua
golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, Padahal Allah telah
membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ? Apakah
kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah?
Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan
(untuk memberi petunjuk) kepadanya"
Maksudnya:
golongan orang-orang mukmin yang membela orang-orang munafik dan golongan
orang-orang mukmin yang memusuhi mereka.
Disesatkan
Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau
memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, karena mereka itu ingkar dan
tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan,
Maka mereka itu menjadi sesat.
Belajar
matematika yang abstrak, yang memerlukan kemampuan pikir dan imajinasi dapat
dilakukan dengan paradigma ulul albab yang menggunakan pendekatan rasionalis,
empiris, dan logis sekaligus pendekatan intuitif, imajinatif, dan metafisis.
iii. Refleksi
(pencerminan).
Kehidupan
manusia adalah cermin dari keputusan yang telah dibuatnya. Terjadinya bencana
banjir, longsor, dan fenomena sosial lainnya yang terjadi di beberapa kota,
merupakan sebagian contoh dari buah keputusan yang telah diambil kita
sebelumnya. Prinsip ini, harus benar-benar kita sadari dan pahami dalam setiap
langkah kita hidup di dunia. Bila tidak, maka siap-siap kesengsaraan dan
kerugian menyelimuti kita. Seperti dalam firman Allah dalam surat Al-Hasyr 18 :
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan."
Ayat dan keterangan diatas erat kaitannya
dengan ilmu matematika, yaitu tentang refleksi. Oleh karena itu, terlebih
dahulu akan dijelaskan tentang refleksi dalam ilmu matematika. Berikut
pengertian dari refleksi dalam ilmu matematika:
Gambar di atas merupakan contoh
refleksi yang sering anda jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah bangunan
direfleksikan oleh danau. Gambar bangunan di bawah permukaan air merupakan
bayangan dari bangunan di daratan tepi danau.
Refleksi merupakan salah satu jenis
transformasi. Untuk melakukan suatu refleksi diperlukan sumbu refleksi atau
sumbu simetri atau garis refleksi atau garis cermin.
Perhatikan bahwa pada suatu refleksi
ukuran bangun tidak berubah dan titik pada bangun yang terletak pada sumbu
refleksi tidak berpindah letaknya. Titik C pada gambar di atas berimpit dengan
titik C'. Jadi titik C dan bayangannya merupakan titik yang sama.
Dalam ajaran islam, kehidupan di
akhirat adalah kehidupan yang berkekalan dan tiada berkesudahan. Ganjaran dan
balasan di akhirat sangat setimpal dengan amalan setiap makhluknya. Ini adalah
bukti keadilan Allah SWT. Sesungguhnya kehidupan akhirat itu berkait rapat
dengan kehidupan kita semasa di dunia ini. Jika amalan kita soleh, maka
sejahtera dan berbahagialah kita di akhirat kelak. Tetapi sekiranya amalan kita
buruk, maka derita dan sengsaralah kita.
Firman Allah
dalam surat Al-Israa' 72 :
"Dan barangsiapa yang buta
(hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula)
dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)."
Firman Allah
dalam surat Al-Qashash 84 :
"Barangsiapa yang datang dengan (membawa)
kebaikan, maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan
barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi
pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan
(seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan."
Menurut pengertian refleksi diatas,
kehidupan di akhirat adalah cerminan atau refleksi dari kehidupan manusia
didunia. Yang barang siapa menanam kebaikan di dunia, maka kebaikan pula yang
akan kita petik di akhirat. Begitu pula sebaliknya, barang siapa menanam
keburukan di dunia, maka keburukan pula yang akan kita petik di akhirat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Teori
belajar spiritual adalah kumpulan konsep yang berhubungan proses perubahan
tingkah laku yang berdasar pada kepercayaan terhadap Tuhan.
2. Belajar matematika perlu melibatkan
potensi intelektual, emosional, dan spiritual
secara bersamaan. Perlu penggunaan aql dan qalb secara
bersama, melalui jalur jasmani (kasab)
dan juga jalur rohani (kasyaf).
3. Teori pembelajaran spiritual
(teori pendekatan ruhiyah) yang diterapkan dalam pembelajaran matematika dapat
dilihat dari penerapan pembelajaran yang bernuansa keagamaan dalam penyampaian
materi pembelajaran matematika contohnya pada materi refleksi atau penceminan,
dimana dapat diambil pelajaran bahwa dalam kehidupan di akhirat adalah cerminan
atau refleksi dari kehidupan manusia didunia. Yang barang siapa menanam
kebaikan di dunia, maka kebaikan pula yang akan kita petik di akhirat.
B. Saran
1. Diharapkan
para pendidik untuk memperhatikan aspek spiritual peserta didik karena aspek
spiritual dapat mempengaruhi tingkah laku dan pola pikir peserta didik
2. Diharapkan
kepada mahasiswa bukan hanya meneliti aspek kognitif, afektif, dan motorik peserta
didik tetapi meneliti aspek spiritual peserta didik juga.
DAFTAR PUSTAKA
Al- Qur’an dan Terjemahannya. Makassar : PT.Toha Putra.
Ansyari, Hanafi. 2015. http://www.duniaislam.org/12/04/2015/kisah-dan-nasihat-lukmanul-hakim-kepada-anaknya-sebagai-dasar-pendidikan-islam/
diakses tanggal 15 november 2016.
Aryansyah, dkk. 2015. Teori Belajar Spiritual.(Makalah).
Makassar : Universitas Negeri Makassar.
Darajat, Zakiah.
2005. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang
Haling,
Abdul. 2004. Belajar Pembelajaran (Suatu
Ringkasan). Makassar: Jurusan Pendidikan dan Teknologi Pendidikan Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Makassar.
Hamalik,
Oemar.2001. Proses belajar Mengajar.
Jakarta:Bumi Aksara.
Haryanto. 2010. Psikologi Belajar. (Artikel). http://belajarpsikologi.com
/pengertian-belajar-menurut-ahli/. Diakses pada 19 Oktober
2015.
Jalaluddin. 2007. Psikologi Agama. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.
Kusuma,Karina.2010. http://www.kompasiana.com/mekarinakusuma/matematika-dalam-islam_. Diakses
tanggal
15 November 2016.
Sagala,
Syaiful. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi
(Konsep, Karakteristik dan Implementasi). Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Sri
Wahyuni, Andi. 2005. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Realistik
di kelas V (Studi pada SDN Mallengkeri Bertingkat I Makassar). Skripsi. FMIPA UNM Makassar. Tidak
diterbitkan.
Taufiqurrahman.2012.http://taufikurrahman-hakin.blogspot.co.id/2012/02/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html. Diakses tanggal 15 November 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar