Jumat, 10 Maret 2017

TEORI APOS



ANALISIS TINGKAT PEMAHAMAN KONSEP BERDASARKAN TEORI APOS PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL
DITINJAU DARI  GAYA BELAJAR SISWA

Jumriati
Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar
email: jumriati.pallangga@gmail.com


Abstract

This research is a qualitative research that aimed to describe the grade of students' understanding of concepts in material of Systems of Linear Equations in Two Variables in  class X Exact 1 SMAN 1 Pallangga. The subjects were three students from the student  of X MIA 1 SMAN 1 Pallangga that totaling 36 persons. The selection of research subjects is based on the results of questionnaire analysis of student learning styles. The data collection method used is the provision of learning style questionnaire, and giving the task of understanding the concept of Systems of Linear Equations in Two Variables and structured interviews. Data were analyzed with descriptive qualitative analysis techniques. The results showed (1) subject with category visual style has the conceptual understanding at the action stage 2). Subject with category auditory style has conceptual understanding at the stage of  process,  but fails on the action stage. (3). Subjects with kinesthetic learning style has conceptual understanding of object stage but  fails in the process stage. Based on these results, the ability to understand the students can be used as a reference in selecting and developing learning models to be applied in the study of mathematics to improve student understanding of the material, especially on The Systems of Linear Equations in Two Variables.
Keywords: concept, understanding, Systems of Linear Equations in Two Variables.

1.   PENDAHULUAN


Pada hakikatnya, menurut sumarno (dalam Samsuddin, 2013: 3) menyatakan bahwa matematika memiliki dua arah pengembangan yaitu memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa depan. Kebutuhan masa kini yang dimaksud yaitu mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan ide matematika yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika.
Tujuan proses pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Pengetahuan merupakan proses pengalaman khusus yang bertujuan menciptakan perubahan terus menerus dalam perilaku atau pemikiran. Akan tetapi, pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindah tangankan dari pikiran seseorang yang telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang sama sekali belum memiliki pengetahuan tersebut. Bila guru bermaksud mentransfer konsep, ide, dan pengetahuannya tentang sesuatu kepada siswa, pentransferan itu masih akan diinterpretasikan dan dikonstruksi oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan pengetahuannya sendiri.(Budiningsih, 2005: 57). 
 Tujuan utama dari pembelajaran sebenarnya adalah pemahaman. Dengan pemahaman, siswa akan mampu menghadapi berbagai persoalan matematika dalam situasi yang berbeda-beda.
 Pemahaman terhadap suatu konsep matematika merupakan hasil konstruksi atau rekonstruksi terhadap objek-objek matematika. Konstruksi atau rekonstruksi tersebut dilakukan melalui aktivitas berupa aksi-aksi matematika, proses-proses, objek-objek yang diorganisasikan dalam suatu skema untuk memecahkan suatu permasalahan (Dubinsky, 2000).
Kenyataan menunjukkan bahwa memahami suatu konsep dengan baik seringkali dilewatkan oleh siswa. Siswa sering mengabaikan definisi, teorema, atau sifat-sifat yang berlaku dalam suatu topik bahasan matematika. Mereka cenderung kurang mampu dalam menghubungkan antar konsep matematika yang telah dimiliki dengan konsep yang baru diperoleh.
Selanjutnya, Ed Dubinsky menyatakan bahwa teori APOS dapat digunakan sebagai suatu alat analisis untuk mendeskripsikan perkembangan skema seseorang pada suatu topik matematika yang merupakan totalitas dari pengetahuan yang terkait (secara sadar atau tak sadar) terhadap topik tersebut. Teori APOS telah digunakan dalam beberapa penelitian mengenai pemahaman mahasiswa dan siswa tentang berbagai topik matematika. McDonald berhasil menggunakan teori APOS untuk menyelidiki tingkat pemahaman mahasiswa tentang konsep barisan. Demikian juga Widada, menggunakan teori APOS untuk meneliti dan menganalisis pengetahuan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah tentang sketsa grafik fungsi dan kekonvergenan barisan tak hingga, (Shalihah, 2016: 127). Dari analisis tersebut ternyata teori APOS dapat digunakan untuk menginvestigasi perkembangan pemahaman matematika secara umum.
Di sisi lain, gaya belajar adalah salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian. Gaya belajar merupakan cara termudah yang dimiliki oleh individu dalam menyerap, mengatur dan mengolah informasi yang diterima. Gaya belajar yang sesuai adalah kunci keberhasilan seseorang dalam belajar. Oleh karena itu, dalam kegiatan belajar, siswa sangat perlu dibantu dan diarahkan untuk mengenali gaya belajar yang sesuai dengan dirinya sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif. Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang dan ada pula yang sangat lambat. Karenanya, mereka seringkali harus menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama. Sebagian siswa lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menuliskan segalanya di papan tulis. Dengan begitu mereka bisa membaca untuk kemudian mencoba memahaminya. Tapi, sebagian siswa lain lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menyampaikannya secara lisan dan mereka mendengarkan untuk bisa memahaminya.

Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru-guru khususnya di Gowa pada kegiatan MGMP Matematika Kabupaten Gowa, pada umumnya menyatakan bahwa pemahaman materi pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel masih kurang.
Hal ini diperkuat dengan hasil observasi awal yang dilakukan di kelas X MIA 1 ditemukan bahwa sebagian siswa belum tuntas pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Sebagian siswa belum dapat menyelesaikan masalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan tepat. Padahal, materi ini  dipandang sangat perlu karena sangat dibutuhkan pada materi selanjutnya. Materi ini merupakan pengetahuan yang sangat diperlukan dalam mempelajari materi – materi selanjutnya seperti penentuan titik pojok daerah Himpunan Penyelesaian dari suatu Masalah Program Linear, penentuan suku barisan pada materi barisan dan deret jika dua suku tidak berurutan diketahui dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Analisis Tingkat Pemahaman Konsep Berdasarkan Teori APOS pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa”.
Adapun tujuan penelitian ini adalah:  1). untuk mendeskripsikan tingkat pemahaman konsep siswa kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 Pallangga kategori gaya belajar visual pada Sistem Persamaan Linear Dua Variabel berdasarkan Teori APOS. 2) untuk mendeskripsikan tingkat pemahaman konsep siswa  kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 Pallangga kategori gaya belajar auditori pada Sistem Persamaan Linear Dua Variabel berdasarkan Teori APOS. 3) untuk mendeskripsikan tingkat pemahaman konsep siswa  kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 Pallangga kategori gaya belajar kinestetik pada Sistem Persamaan Linear Dua Variabel berdasarkan Teori APOS.
2. KAJIAN LITERATUR  
            Matematika memiliki pengertian yang beragam. Setiap tokoh memberikan definisi tentang matematika sesuai dengan sudut pandang mereka. Di bawah ini disajikan beberapa definisi atau pengertian tentang matematika.(Soedjadi, 2000:11)
a)  Menurut James & James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.
b) Johnson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
Sementara  menurut Ruseffendi (dalam Suherman, 2001: 15) matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.
Dari definisi-definisi di atas dapat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya deduktif.
Konsep dalam Matematika
De block (dalam Winkel ,2004 :75) mendefinisikan konsep adalah suatu arti yang mewakili sejumlah objek yang bercirikan sama, dalam bentuk lambang mental yang penuh gagasan. Sedangkan Zack & Tversky (dalam Santrock, 2007 :352) mengemukakan bahwa konsep adalah kategori-kategori yang mengelompokkan objek, kejadian, dan karakteristik berdasarkan properti umum.
Menurut teori Ausubel (dalam Bahar, 2012:  35).  individu memperoleh konsep melalui 2 (dua ) cara yaitu :
1.      Melalui formasi konsep. Formasi konsep merupakan proses pembentukan konsep secara induktif dan merupakan suatu bentuk belajar menemukan melalui proses diskruminatif, abstraktif dan diferensiasi.
2.      Asimilasi konsep. Asimilasi konsep menyangkut cara bagaimana peserta didik dapat mengaitkan informasi atau materi pelajaran dengan struktur kognitif yang telah ada.
Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami konsep, situasi, dan fakta yang diketahui, serta dapat menjelaskan dengan kata-kata sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, dengan tidak merubah artinya,  (Purwanto dalam Marpiyanti, 2012:13).  Beberapa teori tentang pemahaman konsep matematika dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranyaoleh Richard Skemp. Richard Skemp (dalam Samsuddin, 2013:31) mengemukakan bahwa “to understand something means to assimilate it into an appropriate schema”. Terlihat adanya perbedaan antara pemahaman dan memahami sesuatu. Pemahaman dikaitkan dengan asimilasi dan skema yang cocok. Skema diartikan sebagai grup konsep-konsep yang saling berhubungan, masing-masing konsep dibentuk dari abstraksi sifat-sifat invariant dari input sensori motor atau dari konsep lainnya.
Pemahaman (understanding) pada pembelajaran menurut Skemp yang dikutip dari Bahar ( 2012: 30) dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Pemahaman yang pertama disebut pemahaman instruksional (instructional understanding). Pada tingkatan ini dapat dikatakan bahwa siswa baru berada di tahap tahu atau hafal tetapi dia belum atau tidak tahu mengapa hal itu bisa dan dapat terjadi. Lebih lanjut, siswa pada tahapan ini juga belum atau tidak bisa menerapkan hal tersebut pada keadaan baru yang berkaitan. 2. Pemahaman yang keduaa disebut pemahaman relasional (relational understanding). Pada tingkatan ini, menurut Skemp siswa tidak hanya sekedar tahu dan hafal tentang suatu hal, tetapi dia juga tahu bagaimana dan mengapa hal itu dapat terjadi.
Berdasarkan kerangka teori pemahaman menurut Skemp dapat dikatakan bahwa memahami sesuatu berarti mengasimilasikan sesuatu tersebut ke dalam skema yang sesuai. Dengan kata lain, seseorang dikatakan memahamai konsep bilamana ia mengaitkan konsep tersebut ke dalam skema yang dimilikinya. Pada sisi lain, pemahaman sebuah konsep tersebut, dengan atau tanpa mengetahui mengapa skema-skema tersebut saling terkait.
Menurut Hudojo (dalam Shalihah, 2016:130) indikator yang termuat dalam pemahaman konsep diantaranya:
1. Mampu menerangkan secara verbal mengenai apa yang telah dicapainya.
2. Mampu menyajikan situasi matematika kedalam berbagai cara serta mengetahui perbedaan,
3. Mampu mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut,
4. Mampu menerapkan hubungan antara konsep dan prosedur,
5. Mampu memberikan contoh dan contoh kontra dari konsep yang dipelajari
6. Mampu menerapkan konsep secara algoritma,
7. Mampu mengembangkan konsep yang telah dipelajari.
Berdasarkan kajian teori di atas, maka pemahaman konsep pada penelitian ini diartikan sebagai kemampuan siswa untuk mengkonstruksi dan merekonstruksi kembali aksi, proses, dan objek matematika serta mengorganisasikannya dalam struktur kognitif (skema) yang digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan tentang konsep Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
Teori APOS
Teori APOS adalah suatu teori belajar yang lahir dari hipotesis bahwasanya pengetahuan matematika berada dalam kecenderungan individu untuk terlibat dalam situasi masalah matematika dengan cara memanipulasi mental aksi, proses, objek dan mengorganisasi ketiganya dalam skema. (Dubinsky, 2001: 2). Teori belajar ini muncul di kalangan Research in Undergraduate Mathenatic Education Community (RUMEC). Orang yang gencar mengembangkan Teori APOS adalah Ed. Dubinsky.  Tujuan dari teori APOS dijelaskan sebagai berikut;
APOS Theory arose out of an attempt to understand the mechanism of reflective abstraction, introduced by Piaget to describe the development of logical thinking in children, and extend this idea the more advanced mathematical concepts (Dubinsky, 2001: 4)
Teori APOS dapat digunakan untuk membandingkan kemampuan individu dalam mengkonstruksi mental yang telah terbentuk untuk suatu konsep matematika. Misalkan, ada dua individu yang kelihatannya sama-sama menguasai konsep matematika. Dengan Teori APOS dapat dideteksi lebih lanjut siapa yang konsep matematikanya lebih baik, berarti jika salah satu di antara keduanya mampu menjelaskan lebih lanjut suatu konsep sedangkan yang satunya tidak mampu, maka secara otomatis ia berada pada tingkat pemahaman yang lebih baik dari pada yang satunya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa teori APOS ini merupakan tahapan-tahapan individu dalam memahami konsep pelajaran. APOS adalah bentuk akronim dari action, process, object, dan schema.
Menurut Dubinsky definisi teori APOS adalah sebagai berikut:
APOS Theory is our elaboration of the mental constructions of actions, processes, objects, and schemas. In studying how students might learn a particular mathematical concept, an essential ingredient which the researcher must provide is an analysis of the concept in terms of these specific constructs (Dubinsky, 2000:11).
Teori APOS adalah suatu teori konstruktivis tentang bagaimana kemungkinan berlangsungnya pencapaian/ pembelajaran suatu konsep atau prinsip matematika yang dapat digunakan sebagai suatu elaborasi tentang konstruksi mental dari aksi (actions), proses (processes), objek (objects), skema (schemas). (Fitriana, 2013: 32).  Di bawah ini akan diberikan deskripsi yang lebih lengkap untuk masing-masing tahapan konstruksi mental tersebut.
Aksi (action)
 Aksi didefinisikan oleh Ed. Dubinsky (2001:  2) sebagai berikut:
An action is a transformation of objects perceived by the individual as essentially external and as requiring, either explicitly or from memory, step by step instructions on how to perform the operation.
Aksi (action) adalah transformasi dari objek-objek yang dipelajari dan yang dirasakan oleh siswa sebagai bagian eksternal dan sebagai kebutuhan, secara eksplisit dari memori, instruksi tahap demi tahap tentang bagaimana melakukan operasi. Dengan kata lain, aksi adalah suatu bentuk struktur kognitif yang melibatkan transformasi mental atau fisik objek melalui tindakan, untuk menstimulus siswa yang merasakan objek sebagai bagian eksternal. Pada tahap aksi terjadi pengulangan fisik atau manipulasi mental dengan mentransformasikan objek matematika melalui beberapa cara atau aktifitas yang mendasarkan pada beberapa algoritma secara eksplisit.
Transformasi dalam hal ini merupakan suatu reaksi eksternal yang diberikan secara rinci pada tahap-tahap yang harus dilakukan, jadi kinerja pada tahap aksi berupa aktifitas prosedural. Pada tahap ini siswa masih membutuhkan bimbingan untuk melakukan transformasi, baik secara fisik ataupun secara mental objek. Contohnya, siswa membutuhkan pemahaman awal tentang persamaan linear, yang kemudian ditransformasikan untuk memikirkan tentang konsep Sistem Persamaan linear Dua Variabel. Siswa tersebut dapat mensubstitusikan bilangan tertentu ke dalam variabel  pada Sistem persamaan linear dua variabel , untuk suatu nilai variabel  serta mampu memanipulasinya (secara mental). Dalam keadaan ini, siswa tersebut dianggap berada pada tahap aksi.
Proses (Process)
Proses didefinisikan oleh Ed. Dubinsky (2001: 3) sebagai berikut:
When an action is repeated and the individual reflects upon it, he or she can make an internal metal construction called a process which the individual can think of as performing the same kind of action, but no longer with the need of external stimuli.
Proses (Process) didefinisikan sebagai struktur kognitif yang melibatkan imajinasi tentang transformasi mental atau fisik objek, sehingga siswa merasakan transformasi menjadi bagian internal dirinya dan mampu mengontrol transformasi tersebut. Ketika tindakan-tindakan transformasi diulang, maka siswa paham bahwasanya proses transformasi yang seluruhnya berada dalam pikiran siswa tersebut dapat dilakukan tanpa membutuhkan rangsangan eksternal. Perubahan transformasi dari eksternal ke dalam internal (pikiran) anak disebut interiorisasi (interiorization).
Interiorisasi dari suatu aksi merupakan perubahan aktifitas prosedural menuju konstruksi mental pada proses internal yang relatif untuk sederetan aksi pada objek kognitif yang dapat dilakukan atau dibayangkan untuk dilakukan dalam pikiran tanpa mengerjakan semua tahapan-tahapan pekerjaan. Contohnya, siswa yang berada dalam tahap proses sudah memahami metode penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, sehingga mereka akan menggunakan suatu metode lain untuk menentukan nilai Himpunan Penyelesaian dari SPLDV selain metode yang diajarkan. Misalnya siswa yang sebelumnya hanya diajarkan metode eliminasi dan subtitusi, akan menggunakan metode lain misalnya metode determinan.
Objek (Object)
Objek didefinisikan oleh Ed. Dubinsky (2001:3)  sebagai berikut:
An object is constructed from a process when the individual becomes aware of the process as a totality and realizes that transformations can act on it.
Objek (Object) adalah tahap struktur kognitif dimana siswa menyadari proses-proses transformasi tersebut sebagai satu kesatuan, dan sadar bahwasanya transformasi dapat dilakukan dalam satu kesatuan tersebut. Proses-proses baru dapat juga dikonstruksi (dibentuk) dengan cara mengkoordinasi proses-proses yang sudah ada. Bila hal tersebut menjadi suatu proses sendiri untuk ditransformasikan oleh suatu aksi, maka dikatakan proses itu telah dienkapsulasikan menjadi suatu objek. Jadi, enkapsulasi (encapsulation) merupakan suatu transformasi mental dari suatu proses pada suatu objek kognitif, dengan indikasinya seorang individu melakukan refleksi pada penerapan operasi untuk proses tertentu, menjadi sadar terhadap proses secara totalitas bahwa ternyata transformasi (apakah aksi atau proses) dapat dilakukan dan dikonstruk secara nyata sebagai transformasi.  Contohnya, siswa mampu untuk mencari himpunan penyelesaian dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel hanya dengan sketsa grafiknya. Serta mampu menentukan himpunan penyelesaian dengan melihat persamaan linear pembentuk Sistem Persamaan Linear Dua Variabelnya dengan berdasar pada sifat atau teorema yang berlaku.
Skema (Schema)
Skema didefinisikan oleh Ed. Dubinsky (2001: 3) sebagai berikut:
A schema for a certain mathematical concept in an individual‟s collection of actions, processes, objects, and other schemas which are linked by some general principles to form a framework in the individual‟s mind that may be brought to bear upon a problem situation involving that concept.
Skema (Schema) adalah kumpulan aksi, proses, objek dan mungkin skema lain yang dihubungkan dengan beberapa prinsip umum untuk membentuk kerangka berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konsep yang dipelajarinya.
 Konstruksi yang mengaitkan aksi, proses, objek yang terpisah untuk objek tertentu sehingga menghasilkan suatu skema tertentu disebut tematisasi. Contohnya, siswa mampu mencari himpunan penyelesaian dari Masalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. dengan mengintegrasikan, definisi, teorema, dan metode-metode penyelesaian, serta pengetahuan tentang konsep persamaan linear yang telah mereka dapat sebelumnya.
Skema dapat digambarkan sebagai berikut:


Skema
 

Gambar 2.1 Alur Pemerolehan Informasi dalam Teori APOS (Fitriana, 2013 : 37)

Dalam makalahnya, Dubinsky (dalam Fitriana, 2013 : 37) menulis : “APOS Theory can be used directly in the analysis of data by a researcher. In very fine grained analysis, the researcher can compare the success or failure of students on a mathematical task with the specific mental construction they may or may not have made,”
Teori APOS ini dapat digunakan untuk menganalisis struktur kognitif siswa dalam memahami suatu konsep.
 Gaya Belajar
Menurut De Porter dan Hernacki (2003:110), gaya belajar merupakan kombinasi dari bagaimana peserta didik menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Sedangkan Nasution (2010:48) berpendapat bahwa  gaya belajar merupakan kecenderungan peserta didik untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah kecenderungan peserta didik untuk mengadaptasi cara tertentu dalam menyerap dan mengatur serta mengolah informasi.
Gaya belajar seseorang menentukan bagaimana dia bisa menyerap sesuatu melaui inderanya diantara panca inderanya, indera mana yang lebih berkembang pada saat prose belajar tersebut berlangsung. Kaitannya dengan mata pelajaran matematika siswa di tuntut memiliki keterampilan menggunakan rumus dan keterampilan tertentu adalah unsur yang berperan dalam menentukan kemampuan siswa dalam menyelesaikan dan manyerap materi pelajaran tersebut. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dikenal para siswa semenjak sekolah dasar, dimana pengajarannya bersifat bertahap mulai dari mengenal angka, menghafal rumus sampai langkah- langkah yang digunakan untuk menyelesaikan soal yang diberikan. Pada jenjang SMP dan SMA pun mata pelajaran ini tetap diberikan dan cenderung lebih kompleks sehingga beberapa siswa tetap mengalami kesulitan dalam menyerap mata pelajaran tersebut.
Gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Jika akrab dengan gaya belajar diri sendiri, maka dapat mengambil langkah-langkah penting untuk membantu diri belajar lebih cepat sehingga tercipta proses pembelajaran yang optimal. Dengan proses pembelajaran optimal akan membawa pengaruh yang positif terhadap hasil belajar matematika siswa.

Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel adalah sistem persamaan yang mengandung paling sedikit sepasang (dua buah) persamaan linear dengan dua variabel, dimana pangkat tertinggi dari variabelnya adalah satu.  (Zaelani, dkk, 2012:88). Jika kedua variabel tersebut adalah x dan y, maka bentuk umum  persamaan linear dua variabel (SPLDV) dapat ditulis sebagai berikut:
Dengan a1 , a2, b1, b2 , c1, dan c2  R, a1, b1 , tidak secara bersama-sama  sama dengan 0, a2, b2 tidak secara bersama-sama  sama dengan  0. Jika c1 = c2  = 0 maka SPLDV disebut homogen, sedangkan jika c1  0 atau c2  0 maka SPLDV dikatakan tidak homogen. (Ari Y, 2008: 102)
            Jika x = x0 dan y = y0 atau dalam pasangan terurut dapat dituliskan (x0 ,y0 ) memenuhi sistem persamaan di atas, berlaku hubungan
 
Pasangan terurut (x0 ,y0 ) disebut penyelesaian SPLDV itu dan himpunan yang beranggotakan penyelesaian SPLDV itu disebut himpunan penyelesaian. Secara geometri, penyelesaian SPLDV dapat ditafsirkan sebagai titik potong antara garis lurus g1 : a1x + b1y =c1 dan g2 : a2x + b2y =c2 . Penyelesaian dari SPLDV dapat ditentukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah: 1). Metode Grafik  2) Metode Elimasi 3 ) Metode Subtitusi 4) metode gabungan eliminasi dan subtitusi.  (Ari Y, 2008:101)
Dari uraian kajian teori di atas, maka dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teori APOS untuk menganalisis tingkat pemahaman konsep siswa pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel ditinjau dari gaya belajar.
Berikut ini adalah beberapa penelitian relevan yang juga menggunakan teori APOS untuk menganalisis pemahaman Konsep Siswa maupun Mahasiswa yaitu:
1.      Penelitian yang dilakukan oleh Laela Fitriana pada tahun 2013 dengan judul: “Analisis Pemahaman Siswa Mengenai Konsep Limit Fungsi Berdasarkan Teori APOS Ditinjau dari Gaya Kognitif (Field Dependent dan Field Independent) di Kelas XI IPA 2 MAN Rejotangan Tahun 2012/2013”.
2.   Penelitian yang dilakukan oleh Ummu Sholihah pada tahun 2016 yang kemudian ditulis dalam artikel penelitian yang berjudul: Analisis Pemahaman Integral Tak tentu Berdasarkan Teori APOS (Action, Process, Object, Scheme) Pada Mahasiswa Tadris Matematika (Tmt) Iain Tulungagung.
Adapun indikator pemahaman konsep berdasarkan teori APOS pada penelitian ini adalah :
1.   Tahap Aksi
Indikator pemahaman konsep pada tahap aksi adalah :
a.       Mampu mendefenisikan pengertian persamaan linear dua variabel
b.      Mampu membedakan contoh dan bukan contoh Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
c.       Mampu mensubtitusi nilai tertentu ke dalam suatu Sistem Persamaan Linear Dua Variabel untuk menguji nilai tersebut, apakah termasuk Himpunan Penyelesaian atau bukan himpunan Penyelesaian.
2.   Tahap Proses
Indikator pemahaman konsep pada tahap proses ini adalah :
a.       Mampu menentukan himpunan penyelesaian  Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
b.      Mampu  menggunakan metode lain yang belum pernah diajarkan untuk menentukan himpunan penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
3.   Tahap Objek
Indikator pemahaman pada tahap objek adalah :
a.       Mampu menentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel dari grafik yang diberikan
b.      Mampu menentukan himpunan penyelesaian dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel berdasarkan karakteristik dari sistem persamaan Linear Dua Variabel yang diberikan
4.    Tahap Skema
Indikator pemahaman pada tahap Skema adalah :
a.       Mampu mengubah kalimat verbal ke dalam kalimat Matematika dengan membuat model matematika dari masalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel,
b.      Mampu menggunakan konsep serta prosedur dalam menyelesaikan soal  cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel            
c.       Mampu menggunakan, dan memilih prosedur tertentu untuk menyelesaikan soal Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan tepat sesuai dengan prosedur.
d.      Mampu menyelesaikan model Matematika yang telah terbentuk dengan menggunakan aksi, proses, objek, dan skema lain dari suatu permasalahan, serta mampu merefleksi tentang cara-cara yang telah digunakan untuk menyelesaikan masalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.

2.   METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu  mengungkapkan gambaran masalah yang terjadi pada saat penelitian ini berlangsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan fakta aktual tentang pemahaman konsep sistem persamaan linear dua variabel jika ditinjau dari gaya belajar siswa.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Pallangga Kabupaten Gowa pada tanggal 21 November sampai dengan tanggal 2 Desember 2016.
Defenisi Operasional Variabel.
Penelitian ini mengkaji tentang pemahaman konsep berdasarkan teori APOS, jika ditinjau dari gaya belajar. Adapun penjelasan dari variabel-variabel ini adalah sebagai berikut:
1.      Pemahaman Konsep adalah sebagai kemampuan siswa untuk mengkonstruksi dan merekonstruksi kembali aksi, proses, dan objek matematika serta mengorganisasikannya dalam struktur kognitif (skema) yang digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan tentang konsep Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
2.      Teori APOS adalah suatu teori yang  digunakan untuk menganalisis struktur kognitif siswa dalam memahami suatu konsep, yang terdiri atas tahap aksi, proses, Objek dan Skema
3.      Gaya Belajar adalah gaya belajar adalah kecenderungan peserta didik untuk mengadaptasi cara tertentu dalam menyerap dan mengatur serta mengolah informasi. Gaya belajar yang dimaksud dalam penelitian terdiri atas tiga jenis yaitu: gaya Visual, gaya Auditori, dan Gaya Kinestetik.
Subjek Penelitian
Subyek penelitian dalam tulisan ini, adalah 3 (tiga) orang  siswa kelas X MIA 1  SMAN 1 Pallangga. Adapun langkah-langkah pengambilan subjek penelitian  yaitu : menetapkan kelas X MIA 1 sebagai kelas penelitian dengan alasan bahwa kelas ini telah mempelajari materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dan kegiatan siswa kelas X tidak terlalu padat sehingga memudahkan untuk melakukan wawancara. Selanjutnya, peneliti memberikan angket  gaya belajar berupa pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan gaya belajar kepada siswa kelas X MIA 1. Langkah ini dimaksudkan untuk memilih siswa yang mempunyai gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Gaya belajar ini yang menjadi tinjauan  peneliti dalam menganalisis pemahaman konsep Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Setelah hasil angket di analisis, maka dipilih 3 orang dari kelas X MIA 1 sebagai subjek penelitian yaitu, satu orang bergaya belajar visual, satu orang bergaya belajar auditori dan satu orang bergaya belajar kinestetik.  Subjek penelitian yang dipilih juga mempertimbangkan saran dari guru mata pelajaran dan wali kelas, yaitu dipilih subjek penelitian yang dapat mengkomunikasikan/ mengekspresikan pendapatnya dan bersedia untuk berpartisipasi dalam pengambilan data selama penelitian.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian pada penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai perencana, pelaksana , pengumpul data, penganalisis, penafsir data dan menjadi pelapor hasil penelitian. Instrumen penelitian pendukung lainnya adalah angket gaya belajar, pedoman wawancara, dan tugas tentang pemahaman konsep siswa dalam materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.  
Metode Pengumpulan Data
Metode   pengumpulan   data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui   wawancara  berbasis tugas, dimana sebelumnya telah dipilih subjek penelitian berdasarkan hasil analisis data angket gaya belajar.   Instrumen  utama   dalam penelitian ini adalah peneliti dengan instrumen bantu: (1) angket gaya belajar   siswa,   (2)   lembar   tugas tentang materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel,   (3)   pedoman wawancara,  disusun   untuk mempermudah peneliti saat kegiatan wawancara berlangsung. Validasi data dilakukan dengan teknik   triangulasi   dimana   dalam penelitian   ini   menggunakan triangulasi  waktu,  yakni membandingkan   data   hasil wawancara   pertama   dengan   hasil wawancara   kedua   untuk   setiap subyek   penelitian.   Apabila   hasil wawancara   pertama   dan   kedua menunjukkan   data   yang   konsisten, maka   data   yang   diperoleh   valid. Tetapi   jika   tidak   ada   data   yang konsisten   dari   wawancara   pertama dan   kedua   maka   diperlukan wawancara   ketiga,   kemudian membandingkan   hasil   wawancara pertama   dan   ketiga   dengan wawancara kedua dan ketiga, untuk memilih   data   yang   konsisten, sehingga   data   yang   diperoleh tersebut valid.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yang dianalisis secara deskriptif. Data yang telah terkumpul berupa hasil transkrip wawancara dan hasil tugas pemecahan masalah matematika selanjutnya dianalisis. Teknik   analisis   data   yang digunakan   meliputi:  menelaah seluruh data, reduksi data, penyajian data   dan   penarikan   kesimpulan   / verifikasi data.

3.      HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

      Penelitian ini dilakukan di kelas X SMA Negeri 1 Pallangga dengan kelas penelitian kelas X MIA 1 yang berjumlah 36 orang. Kelas ini dipilih berdasarkan pertimbangan guru yang diungkapkan pada saat pertemuan awal dengan peneliti yaitu kelas X MIA 1 telah mempelajari materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel pada mata pelajaran Matematika Peminatan. Guru Mata Pelajaran Matematika Peminatan yang bersangkutan juga menyarankan untuk memilih kelas X MIA 1 karena beliau mengenal dengan relatif baik kelas X MIA 1,dimana beliau menjadi wali kelasnya.
Selanjutnya, pada pertemuan di kelas, peneliti memberikan angket gaya belajar. Setelah itu, peneliti kemudian menganalisis angket gaya belajar tersebut.
Berdasarkan  data  skor   angket gaya   belajar   siswa   yang terkumpul, diperoleh  bahwa di kelas X MIA 1 yang terdiri atas 36 siswa mempunyai gaya belajar berbeda-beda, 11 orang bergaya belajar visual, 15 orang bergaya belajar auditori dan 10 orang bergaya belajar kinestetik. Dari hasil angket tersebut, dipilih 3 orang subjek penelitian.  Tiga orang yang dipilih tersebut berdasarkan dari diskusi peneliti dengan guru mata pelajaran, dimana mereka dipilih karena alasan kesediaannya untuk diwawancarai serta kemampuannya dalam mengemukakan pendapatnya. Tiga orang subjek penelitian tersebut masing-masing mewakili gaya belajar yang berbeda-beda. Satu orang subjek bergaya belajar visual, satu orang bergaya belajar auditori dan satu orang bergaya belajar kinestetik.
Pada tahap selanjutnya, subjek penelitian yang telah dipilih diberi tugas tentang Sistem Persamaan Linear Dua Variabel yang terdiri atas 4 nomor. Tugas yang diberikan terdiri atas pertanyaan yang berkaitan dengan defenisi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, contoh Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, Himpunan Penyelesaian SPLDV, serta Pemecahan masalah dalam soal cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Selanjutnya dillakukan wawancara dengan triangulasi waktu, yaitu wawancara dilakukan sebanyak 2 kali untuk memperoleh data yang valid.
Sebagaimana dijelaskan dalam kajian teori bahwa teori APOS adalah elaborasi tentang konstruksi mental dari aksi, proses, objek, dan skema. Berikut penjelasan dan analisis berkaiatan dengan tahapan-tahapan teori APOS yaitu yang meliputi aksi (Action), Proses (Process), Objek (Object), dan Skema (Schema).

Tahap Aksi
Tahapan aksi merupakan suatu aktivitas berupa pengulangan fisik atau manipulasi mental yang mendasarkan pada beberapa algoritma secara eksplisit. Aksi ini merupakan reaksi dari rangsangan yang subjek terima dari dari eksternal. Aksi dapat dimaksudkan sebagai transformasi fisik atau mental dari objek untuk memperoleh objek lain. Pemahaman siswa pada tahap aksi ini sebagai berikut:
a. Siswa bergaya belajar visual hanya mampu 2)  Membedakan contoh dan bukan contoh Sistem Persamaan Linear Dua Variabel 3). Mensubtitusi nilai tertentu ke dalam sutu Sistem Persamaan Linear Dua Variabel untuk menguji nilai tersebut, apaka termasuk Himpunan Penyelesaian atau bukan himpunan Penyelesaian.
b. Siswa bergaya belajar auditori mampu 1)  Mendefenisikan pengertian persamaan linear dua variabel 2) membedakan contoh dan bukan contoh Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
c. Siswa bergaya belajar kinestetik mampu 1) mendefenisikan pengertian persamaan linear dua variabel 2) membedakan contoh dan bukan contoh Sistem Persamaan Linear Dua Variabel 3). mensubtitusi nilai tertentu ke dalam sutu Sistem Persamaan Linear Dua Variabel untuk menguji nilai tersebut, apakah termasuk Himpunan Penyelesaian atau bukan himpunan Penyelesaian.

 Tahap Proses
Apabila aksi dilakukan secara berulang, dan dilakukan refleksi atas aksi itu, maka aksi-aksi tersebut diinteriorisasi menjadi proses, yaitu suatu konstruksi internal yang dilakukan pada aksi yang sama tetapi tidak perlu langsung dari rangsangan eksternal. Pemahaman siswa berdasarkan teori APOS pada tahap aksi ke Proses (Interiosasi) sebagai berikut:
a.    Siswa bergaya belajar visual mampu: menentukan himpunan penyelesaian  sistem persamaan linear dua variabel, namun belum mampu menggunakan metode lain untuk menentukan Himpunan Penyelesaian dari Sistem Persamaam Linear Dua Variabel.
b.   Siswa bergaya belajar auditori mampu: 1) menentukan himpunan penyelesaian  sistem persamaan linear dua variabel, 2) menggunakan metode lain yang belum pernah diajarkan untuk menentukan himpunan penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, namun belum maksimal dalam menggunakan metode tersebut
c.    Siswa bergaya belajar kinestetik mampu: 1) menentukan himpunan penyelesaian  sistem persamaan linear dua variabel, 2) menggunakan metode lain yang belum pernah diajarkan untuk menentukan himpunan penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, namun belum dapat menyelesaikan soal dengan tepat.
Tahap Objek
Pemahaman mahasiswa berdasarkan teori APOS pada tahap ini sebagai berikut:
a.    Siswa bergaya belajar visual mampu: 1). menentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel namun, tapi tanpa menganalisis grafik. 2). menentukan himpunan penyelesaian dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel berdasarkan karakteristik dari sistem persamaan Linear Dua Variabel yang diberikan.
b.   Siswa bergaya belajar auditori hanya mampu menentukan himpunan penyelesaian dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel berdasarkan karakteristik dari sistem persamaan Linear Dua Variabel yang diberikan.
c.    Siswa bergaya belajar kinestetik mampu: 1). menentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel tapi tidak memperhatikan grafik yang diberikan 2).Menentukan himpunan penyelesaian dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel berdasarkan karakteristik dari sistem persamaan Linear Dua Variabel yang diberikan. Namun jawaban yang dikemukakan tidak tersusun dengan baik.

Tahap Skema
Tahap ini terlihat jika siswa mampu menyelesaikan semua soal dengan benar, maka siswa sudah berada pada tahapan skema (schema).
Berdasarkan data, pemahaman mahasiswa berdasarkan teori APOS pada
tahap skema (scheme) sebagai berikut:
a. Mahasiswa bergaya belajar visual  mampu: a) menggunakan konsep serta prosedur dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, b) menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur tertentu dengan menyelesaikan soal dengan tepat sesuai dengan prosedur,
b. Mahasiswa bergaya belajar auditori sudah mampu: a) merubah kalimat verbal ke dalam kalimat Matematika, namun belum sempurna. b) menggunakan konsep serta prosedur dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, c) menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur tertentu dengan menyelesaikan soal dengan tepat sesuai dengan prosedur,
c. Mahasiswa bergaya belajar kinestetik mampu: a) merubah kalimat verbal ke dalam kalimatMatematika,          b) menggunakan konsep serta prosedur dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari,             c) menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur tertentu dengan menyelesaikan soal dengan tepat sesuai dengan prosedur.
Berdasarkan hasil pekerjaan tertulis, hasil wawancara, dan analisis data, penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahap aksi (action) , siswa yang bergaya belajar visual hanya memenuhi 2 indikator dari 3 indikator pemahaman, siswa yang bergaya belajar auditori juga hanya memenuhi 2 indikator dari tiga indikator pemahaman, sedangkan yang bergaya belajar kinestetik memenuhi semua indikator pemahaman.
Pada tahap proses, siswa bergaya belajar  visual hanya memenuhi satu indikator pemahaman dari 2 indikator pemahaman yaitu indikator pertama, siswa yang bergaya belajar auditori memenuhi kedua indikator, namun pada indikator kedua, belum menunjukkan hasil yang maksimal. sedangkan pada siswa bergaya belajar kinestetik juga  memenuhi 2 indikator pemahaman, namun jawaban belum sempurna.
Pada tahap objek, siswa bergaya belajar visual memenuhi semua indikator pemahaman namun jawaban belum sempurna, siswa bergaya belajar auditori hanya memenuhi  1 indikator pemahaman dari 2 indikator yaitu indikator ke 2 sedangkan pada siswa yang bergaya belajar kinestetik memenuhi semua indikator pemahaman tapi jawaban yang dikemukakan belum sempurna.
Pada tahap skema (scheme), siswa dengan gaya belajar visual memenuhi 2 indikator pemahaman dari 4 indikator pemahaman, sedangkan siswa dengan gaya belajar auditori memenuhi 3 indikator dari 4 indikator, dan siswa dengan gaya belajar kinestetik juga memenuhi 3 indikator dari 4 indikator pemahaman.
Melalui wawancara pertama dan kedua, siswa mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kendala yaitu siswa belum terbiasa menggunakan metode lain selain yang diajarkan guru dalam menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Untuk soal terakhir, siswa tidak mampu mengatur waktu dengan baik sehingga tidak mampu menyelesaikan soal yang diberikan. Siswa masih selalu terpaku pada contoh soal yang diberikan oleh guru.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :
1)   Pemahaman Konsep Siswa dengan gaya belajar visual di kelas X  MIA 1 SMA Negeri 1 Pallangga berdasarkan teori APOS yaitu berada pada tahap aksi.
2)   Pemahaman Konsep Siswa dengan gaya belajar auditori di kelas X  MIA 1 SMA Negeri 1 Pallangga berdasarkan teori APOS berada pada tahap proses, namun menunjukkan kegagalan pada tahap aksi 3). Pemahaman Konsep Siswa dengan gaya belajar kinestetik di kelas X  MIA 1 SMA Negeri 1 Pallangga berdasarkan teori APOS berada pada tahap objek tapi menunjukkan kegagalan pada tahap proses.

5.      REFERENSI
Ari Y, Rosihan, 2008. Persfektif Matematika 1.  Solo : PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Bahar, E. Ekafitria. 2012. Analisis pemahaman mahasiswa terhadap Konsep Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Di satu Titik. Tesis.  Makassar : Universitas Negeri Makassar.
Budiningsih. 2005.  Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Dubinsky, Ed. 2000, Using a Theory of Learning in College Mathematics Course, (Online), http: //www.bham.ac.uk/ctimath/Talum 12. htm or http:/www.telri ac.uk/ (diakses 20  November 2016).
Dubinsky. Ed. & McDonal. 2001. APOS: A Constructivist Theory of Learning in Undergraduate Mathematics Education Research.(Online), http://trident.msc.kent.edu/~edd/ICMIPaper.pdf). diakses 20 November 2016)
 Fitriana, Laela.2013.“Analisis Pemahaman Siswa Mengenai Konsep Limit Fungsi Berdasarkan Teori APOS Ditinjau dari Gaya Kognitif (Field Dependent dan Field Independent) di Kelas XI IPA 2 MAN Rejotangan Tahun 2012/2013”. Skripsi. Online. Tulungagung: Program Studi Tadris Matematika, Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Tulungagung. Diakses pada tanggal 21 November 2016.
Marpiyanti. 2012. “Peningkatan Pemahaman Konsep dan penalaran Matematika Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri Topoyo”. Tesis. Makassar : Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar.
Russefendi. 2006. Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung :Tarsito.
Samsuddin. 2013. Analisis Kemampuan Memahami Materi Persamaan dan Peridaksamaan Linear Satu Variabel (Studi Pada Siswa Kelas VII Bilingual SMP Negeri 2 Maros. Tesis. Makassar : Universitas Negeri Makassar.
Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta :Kencana.
Sholihah, Ummu. 2016. Analisis Pemahaman Integral Taktentu Berdasarkan Teori APOS (Action, Process, Object, Scheme) Pada Mahasiswa Tadris Matematika (Tmt) Iain Tulungagung. (Sebuah Artikel Penelitian dari Jurnal Cendekia Vol. 14 No. 1, Januari - Juni 2016). Online. Diakses tanggal 22 November 2016.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Suherman, Erman. Dkk. 2001 Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA.
De Porter, Bobbi dan Hernacki, Mike. 2003. Quantum Learning (Terjemahan). Bandung : Kaifa.
Nasution, 2010.  Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Winkel. 2004. Psikologi Pengajaran. Jogjakarta: Media Abadi.
Zaelani, A. dkk. 2012. 1700 Bank Soal Matematika untuk SMA/MA. Bandung : Yrama Widya.



Ngalim Purwanto, Prinsip – prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008) hal.43


Hamzah B. Uno. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 185 22 James W. Keefe, Learning Style Theory & Practice, (Virginia: National Association of Secondary School Principals, 1987), hal. 3-4
45 Erman Suherman et. al, Stategi Pembelajaran Matematika…, hal 15-16 46 Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia (Jakarta: Direktorat Jendral DIKTI, DEPDIKNAS, 2000), hal. 11 47 Erman Suherman et. al, Stategi Pembelajaran Matematika…, hal.16


Dahar, Ratna Wilis. 2010. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga.
Skemp, R. 1987. The Psychology of Learning Mathematics. Expanded American Edition. New Jersey: Lawrence Elbaum Associates Publishers

Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Malang: IMSTEP JICA.


Abstract

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan mendeskripsikan     pemahaman konsep  siswa pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel di kelas X SMA Negeri 1 Pallangga. Subjek penelitian ini adalah tiga orang siswa dari siswa X MIA 1 yang berjumlah 36 orang. Pemilihan subjek penelitian didasarkan pada hasil analisis angket  gaya belajar siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pemberian angket angket gaya belajar, dan pemberian tugas pemahaman konsep Sistem Persamaan Linear Dua Variabel serta wawancara terstruktur.  Data dianalisis dengan teknik analisis data deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan (1)subjek kategori gaya visual  memiliki kemampuan pada indicator pemahaman konsep yaitu pada tahap aksi, dan penguasaaan objek. 2). Subjek kategori gaya auditori memiliki pemahaman konsep pada tahap aksi, proses, dan objek yang baik. (3).  Subjek dengan gaya belajar kinestetik memiliki kemampuan memahami konsep mulai dari tahap aksi sampai tahap skema, namun pada tahap aksi dan skema  masih perlu bimbingan guru. Berdasarkan hasil penelitian  ini, kemampuan memahami siswa dapat dijadikan acuan dalam memilih dan mengembangkan model pembelajaran untuk diterapkan di dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman siswa khususnya pada materi Sistem Persamaan Linear Dua variabel
Kata kunci: konsep, pemahaman, Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.

2 komentar: