ANALISIS TINGKAT
PEMAHAMAN KONSEP BERDASARKAN TEORI APOS PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA
VARIABEL
DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA
Jumriati
Program Studi Pendidikan Matematika, Program
Pascasarjana Universitas Negeri Makassar
email:
jumriati.pallangga@gmail.com
Abstract
This research is a qualitative research that aimed to
describe the grade of students' understanding of concepts in material of
Systems of Linear Equations in Two Variables in
class X Exact 1 SMAN 1 Pallangga. The subjects were three students from
the student of X MIA 1 SMAN 1 Pallangga that
totaling 36 persons. The selection of research subjects is based on the results
of questionnaire analysis of student learning styles. The data collection method
used is the provision of learning style questionnaire, and giving the task of
understanding the concept of Systems of Linear Equations in Two Variables and
structured interviews. Data were analyzed with descriptive qualitative analysis
techniques. The results showed (1) subject with category visual style has the
conceptual understanding at the action stage 2). Subject with category auditory
style has conceptual understanding at the stage of process, but fails on the action stage. (3). Subjects
with kinesthetic learning style has conceptual understanding of object stage
but fails in the process stage. Based on
these results, the ability to understand the students can be used as a
reference in selecting and developing learning models to be applied in the
study of mathematics to improve student understanding of the material,
especially on The Systems of Linear Equations in Two Variables.
Keywords:
concept, understanding, Systems of Linear Equations in Two Variables.
1. PENDAHULUAN
Pada hakikatnya, menurut sumarno (dalam Samsuddin,
2013: 3) menyatakan bahwa matematika memiliki dua arah pengembangan yaitu
memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa depan. Kebutuhan masa kini yang
dimaksud yaitu mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan
ide matematika yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika.
Tujuan proses
pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang
baru. Pengetahuan merupakan proses pengalaman khusus yang bertujuan menciptakan
perubahan terus menerus dalam perilaku atau pemikiran. Akan tetapi, pengetahuan
bukanlah suatu barang yang dapat dipindah tangankan dari pikiran seseorang yang
telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang sama sekali belum
memiliki pengetahuan tersebut. Bila guru bermaksud mentransfer konsep, ide, dan
pengetahuannya tentang sesuatu kepada siswa, pentransferan itu masih akan diinterpretasikan
dan dikonstruksi oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan pengetahuannya
sendiri.(Budiningsih, 2005: 57).
Tujuan utama dari pembelajaran sebenarnya
adalah pemahaman. Dengan pemahaman, siswa akan mampu menghadapi berbagai
persoalan matematika dalam situasi yang berbeda-beda.
Pemahaman terhadap suatu konsep matematika
merupakan hasil konstruksi atau rekonstruksi terhadap objek-objek matematika.
Konstruksi atau rekonstruksi tersebut dilakukan melalui aktivitas berupa
aksi-aksi matematika, proses-proses, objek-objek yang diorganisasikan dalam
suatu skema untuk memecahkan suatu permasalahan (Dubinsky, 2000).
Kenyataan menunjukkan bahwa memahami suatu konsep
dengan baik seringkali dilewatkan oleh siswa. Siswa sering mengabaikan
definisi, teorema, atau sifat-sifat yang berlaku dalam suatu topik bahasan
matematika. Mereka cenderung kurang mampu dalam menghubungkan antar konsep
matematika yang telah dimiliki dengan konsep yang baru diperoleh.
Selanjutnya, Ed
Dubinsky menyatakan bahwa teori APOS dapat digunakan sebagai suatu alat
analisis untuk mendeskripsikan perkembangan skema seseorang pada suatu topik
matematika yang merupakan totalitas dari pengetahuan yang terkait (secara sadar
atau tak sadar) terhadap topik tersebut. Teori APOS telah digunakan dalam
beberapa penelitian mengenai pemahaman mahasiswa dan siswa tentang berbagai
topik matematika. McDonald berhasil menggunakan teori APOS untuk menyelidiki
tingkat pemahaman mahasiswa tentang konsep barisan. Demikian juga Widada,
menggunakan teori APOS untuk meneliti dan menganalisis pengetahuan mahasiswa
dalam menyelesaikan masalah tentang sketsa grafik fungsi dan kekonvergenan
barisan tak hingga, (Shalihah, 2016: 127). Dari analisis tersebut ternyata
teori APOS dapat digunakan untuk menginvestigasi perkembangan pemahaman
matematika secara umum.
Di sisi lain, gaya
belajar adalah salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian. Gaya belajar
merupakan cara termudah yang dimiliki oleh individu dalam menyerap, mengatur
dan mengolah informasi yang diterima. Gaya belajar yang sesuai adalah kunci
keberhasilan seseorang dalam belajar. Oleh karena itu, dalam kegiatan belajar,
siswa sangat perlu dibantu dan diarahkan untuk mengenali gaya belajar yang
sesuai dengan dirinya sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
efektif. Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti
berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang dan ada pula yang sangat lambat.
Karenanya, mereka seringkali harus menempuh cara berbeda untuk bisa memahami
sebuah informasi atau pelajaran yang sama. Sebagian siswa lebih suka guru
mereka mengajar dengan cara menuliskan segalanya di papan tulis. Dengan begitu
mereka bisa membaca untuk kemudian mencoba memahaminya. Tapi, sebagian siswa
lain lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menyampaikannya secara lisan
dan mereka mendengarkan untuk bisa memahaminya.
Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru-guru
khususnya di Gowa pada kegiatan MGMP Matematika Kabupaten Gowa, pada umumnya
menyatakan bahwa pemahaman materi pada materi Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel masih kurang.
Hal ini
diperkuat dengan hasil observasi awal yang dilakukan di kelas X MIA 1 ditemukan
bahwa sebagian siswa belum tuntas pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
Sebagian siswa belum dapat menyelesaikan masalah Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel dengan tepat. Padahal, materi ini
dipandang sangat perlu karena sangat dibutuhkan pada materi selanjutnya.
Materi ini merupakan pengetahuan yang sangat diperlukan dalam mempelajari
materi – materi selanjutnya seperti penentuan titik pojok daerah Himpunan
Penyelesaian dari suatu Masalah Program Linear, penentuan suku barisan pada
materi barisan dan deret jika dua suku tidak berurutan diketahui dan
sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti
terdorong untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Analisis Tingkat Pemahaman
Konsep Berdasarkan Teori APOS pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa”.
Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1). untuk mendeskripsikan tingkat pemahaman
konsep siswa kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 Pallangga kategori gaya belajar visual
pada Sistem Persamaan Linear Dua Variabel berdasarkan Teori APOS. 2) untuk
mendeskripsikan tingkat pemahaman konsep siswa
kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 Pallangga kategori gaya belajar auditori pada
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel berdasarkan Teori APOS. 3) untuk
mendeskripsikan tingkat pemahaman konsep siswa
kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 Pallangga kategori gaya belajar kinestetik
pada Sistem Persamaan Linear Dua Variabel berdasarkan Teori APOS.
2. KAJIAN
LITERATUR
Matematika
memiliki pengertian yang beragam. Setiap tokoh memberikan definisi tentang
matematika sesuai dengan sudut pandang mereka. Di bawah ini disajikan beberapa
definisi atau pengertian tentang matematika.(Soedjadi, 2000:11)
a) Menurut James & James dalam kamus
matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai
bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang
lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu
aljabar, analisis dan geometri.
b) Johnson dan Rising
dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,
representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai
ide daripada mengenai bunyi.
Sementara menurut Ruseffendi (dalam Suherman, 2001: 15)
matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia berhubungan dengan ide,
proses, dan penalaran.
Dari definisi-definisi
di atas dapat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide/konsep-konsep
abstrak yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya deduktif.
Konsep dalam Matematika
De block (dalam Winkel ,2004 :75) mendefinisikan
konsep adalah suatu arti yang mewakili sejumlah objek yang bercirikan sama,
dalam bentuk lambang mental yang penuh gagasan. Sedangkan Zack & Tversky (dalam
Santrock, 2007 :352) mengemukakan bahwa konsep adalah kategori-kategori yang
mengelompokkan objek, kejadian, dan karakteristik berdasarkan properti umum.
Menurut teori Ausubel (dalam Bahar, 2012: 35). individu memperoleh konsep melalui 2 (dua )
cara yaitu :
1. Melalui formasi konsep. Formasi konsep merupakan
proses pembentukan konsep secara induktif dan merupakan suatu bentuk belajar
menemukan melalui proses diskruminatif, abstraktif dan diferensiasi.
2. Asimilasi konsep. Asimilasi konsep menyangkut cara
bagaimana peserta didik dapat mengaitkan informasi atau materi pelajaran dengan
struktur kognitif yang telah ada.
Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan
siswa mampu memahami konsep, situasi, dan fakta yang diketahui, serta dapat
menjelaskan dengan kata-kata sendiri sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya, dengan tidak merubah artinya, (Purwanto dalam Marpiyanti, 2012:13). Beberapa teori tentang pemahaman konsep
matematika dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranyaoleh Richard Skemp.
Richard Skemp (dalam Samsuddin, 2013:31) mengemukakan bahwa “to understand something means to assimilate
it into an appropriate schema”. Terlihat adanya perbedaan antara pemahaman
dan memahami sesuatu. Pemahaman dikaitkan dengan asimilasi dan skema yang
cocok. Skema diartikan sebagai grup konsep-konsep yang saling berhubungan,
masing-masing konsep dibentuk dari abstraksi sifat-sifat invariant dari input
sensori motor atau dari konsep lainnya.
Pemahaman
(understanding) pada pembelajaran menurut Skemp yang dikutip dari Bahar ( 2012:
30) dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Pemahaman yang pertama disebut
pemahaman instruksional (instructional
understanding). Pada tingkatan ini dapat dikatakan bahwa siswa baru berada
di tahap tahu atau hafal tetapi dia belum atau tidak tahu mengapa hal itu bisa
dan dapat terjadi. Lebih lanjut, siswa pada tahapan ini juga belum atau tidak
bisa menerapkan hal tersebut pada keadaan baru yang berkaitan. 2. Pemahaman
yang keduaa disebut pemahaman relasional (relational
understanding). Pada tingkatan ini, menurut Skemp siswa tidak hanya sekedar
tahu dan hafal tentang suatu hal, tetapi dia juga tahu bagaimana dan mengapa
hal itu dapat terjadi.
Berdasarkan
kerangka teori pemahaman menurut Skemp dapat dikatakan bahwa memahami sesuatu
berarti mengasimilasikan sesuatu tersebut ke dalam skema yang sesuai. Dengan
kata lain, seseorang dikatakan memahamai konsep bilamana ia mengaitkan konsep
tersebut ke dalam skema yang dimilikinya. Pada sisi lain, pemahaman sebuah
konsep tersebut, dengan atau tanpa mengetahui mengapa skema-skema tersebut
saling terkait.
Menurut Hudojo (dalam Shalihah,
2016:130) indikator yang termuat dalam pemahaman konsep diantaranya:
1.
Mampu menerangkan secara verbal mengenai apa yang telah dicapainya.
2.
Mampu menyajikan situasi matematika kedalam berbagai cara serta mengetahui
perbedaan,
3. Mampu
mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan
yang membentuk konsep tersebut,
4.
Mampu menerapkan hubungan antara konsep dan prosedur,
5. Mampu
memberikan contoh dan contoh kontra dari konsep yang dipelajari
6. Mampu
menerapkan konsep secara algoritma,
7.
Mampu mengembangkan konsep yang telah dipelajari.
Berdasarkan kajian
teori di atas, maka pemahaman konsep pada penelitian ini diartikan sebagai
kemampuan siswa untuk mengkonstruksi dan merekonstruksi kembali aksi, proses,
dan objek matematika serta mengorganisasikannya dalam struktur kognitif (skema)
yang digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan tentang konsep Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel.
Teori APOS
Teori APOS adalah suatu teori
belajar yang lahir dari hipotesis bahwasanya pengetahuan matematika berada
dalam kecenderungan individu untuk terlibat dalam situasi masalah matematika
dengan cara memanipulasi mental aksi, proses, objek dan mengorganisasi
ketiganya dalam skema. (Dubinsky, 2001: 2). Teori belajar ini muncul di
kalangan Research in Undergraduate Mathenatic Education Community (RUMEC).
Orang yang gencar mengembangkan Teori APOS adalah Ed. Dubinsky. Tujuan dari teori APOS dijelaskan sebagai
berikut;
APOS Theory arose out of an attempt
to understand the mechanism of reflective abstraction, introduced by Piaget to
describe the development of logical thinking in children, and extend this idea
the more advanced mathematical concepts (Dubinsky, 2001: 4)
Teori APOS dapat digunakan untuk
membandingkan kemampuan individu dalam mengkonstruksi mental yang telah
terbentuk untuk suatu konsep matematika. Misalkan, ada dua individu yang
kelihatannya sama-sama menguasai konsep matematika. Dengan Teori APOS dapat
dideteksi lebih lanjut siapa yang konsep matematikanya lebih baik, berarti jika
salah satu di antara keduanya mampu menjelaskan lebih lanjut suatu konsep
sedangkan yang satunya tidak mampu, maka secara otomatis ia berada pada tingkat
pemahaman yang lebih baik dari pada yang satunya. Sehingga, dapat dikatakan
bahwa teori APOS ini merupakan tahapan-tahapan individu dalam memahami konsep
pelajaran. APOS adalah bentuk akronim dari action, process, object, dan schema.
Menurut Dubinsky definisi teori APOS
adalah sebagai berikut:
APOS Theory is our elaboration of
the mental constructions of actions, processes, objects, and schemas. In
studying how students might learn a particular mathematical concept, an
essential ingredient which the researcher must provide is an analysis of the
concept in terms of these specific constructs (Dubinsky, 2000:11).
Teori APOS adalah suatu teori
konstruktivis tentang bagaimana kemungkinan berlangsungnya pencapaian/ pembelajaran
suatu konsep atau prinsip matematika yang dapat digunakan sebagai suatu
elaborasi tentang konstruksi mental dari aksi (actions), proses (processes),
objek (objects), skema (schemas). (Fitriana, 2013: 32). Di bawah ini akan diberikan deskripsi yang
lebih lengkap untuk masing-masing tahapan konstruksi mental tersebut.
Aksi (action)
Aksi
didefinisikan oleh Ed. Dubinsky (2001: 2)
sebagai berikut:
An action is a transformation of
objects perceived by the individual as essentially external and as requiring,
either explicitly or from memory, step by step instructions on how to perform
the operation.
Aksi (action) adalah
transformasi dari objek-objek yang dipelajari dan yang dirasakan oleh siswa
sebagai bagian eksternal dan sebagai kebutuhan, secara eksplisit dari memori,
instruksi tahap demi tahap tentang bagaimana melakukan operasi. Dengan kata
lain, aksi adalah suatu bentuk struktur kognitif yang melibatkan transformasi
mental atau fisik objek melalui tindakan, untuk menstimulus siswa yang
merasakan objek sebagai bagian eksternal. Pada tahap aksi terjadi pengulangan
fisik atau manipulasi mental dengan mentransformasikan objek matematika melalui
beberapa cara atau aktifitas yang mendasarkan pada beberapa algoritma secara
eksplisit.
Transformasi dalam hal ini
merupakan suatu reaksi eksternal yang diberikan secara rinci pada tahap-tahap
yang harus dilakukan, jadi kinerja pada tahap aksi berupa aktifitas prosedural.
Pada tahap ini siswa masih membutuhkan bimbingan untuk melakukan transformasi,
baik secara fisik ataupun secara mental objek. Contohnya, siswa membutuhkan
pemahaman awal tentang persamaan linear, yang kemudian ditransformasikan untuk
memikirkan tentang konsep Sistem Persamaan linear Dua Variabel. Siswa tersebut
dapat mensubstitusikan bilangan tertentu ke dalam variabel pada Sistem persamaan linear dua variabel
, untuk suatu nilai variabel serta
mampu memanipulasinya (secara mental). Dalam keadaan ini, siswa tersebut
dianggap berada pada tahap aksi.
Proses (Process)
Proses didefinisikan oleh Ed.
Dubinsky (2001: 3) sebagai berikut:
When an action is repeated and the individual
reflects upon it, he or she can make an internal metal construction called a
process which the individual can think of as performing the same kind of
action, but no longer with the need of external stimuli.
Proses (Process) didefinisikan
sebagai struktur kognitif yang melibatkan imajinasi tentang transformasi mental
atau fisik objek, sehingga siswa merasakan transformasi menjadi bagian internal
dirinya dan mampu mengontrol transformasi tersebut. Ketika tindakan-tindakan
transformasi diulang, maka siswa paham bahwasanya proses transformasi yang
seluruhnya berada dalam pikiran siswa tersebut dapat dilakukan tanpa
membutuhkan rangsangan eksternal. Perubahan transformasi dari eksternal ke
dalam internal (pikiran) anak disebut interiorisasi (interiorization).
Interiorisasi dari suatu aksi
merupakan perubahan aktifitas prosedural menuju konstruksi mental pada proses
internal yang relatif untuk sederetan aksi pada objek kognitif yang dapat
dilakukan atau dibayangkan untuk dilakukan dalam pikiran tanpa mengerjakan
semua tahapan-tahapan pekerjaan. Contohnya, siswa yang berada dalam tahap
proses sudah memahami metode penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel,
sehingga mereka akan menggunakan suatu metode lain untuk menentukan nilai Himpunan
Penyelesaian dari SPLDV selain metode yang diajarkan. Misalnya siswa yang
sebelumnya hanya diajarkan metode eliminasi dan subtitusi, akan menggunakan
metode lain misalnya metode determinan.
Objek (Object)
Objek didefinisikan oleh Ed.
Dubinsky (2001:3) sebagai berikut:
An object is constructed from a
process when the individual becomes aware of the process as a totality and
realizes that transformations can act on it.
Objek (Object) adalah tahap
struktur kognitif dimana siswa menyadari proses-proses transformasi tersebut
sebagai satu kesatuan, dan sadar bahwasanya transformasi dapat dilakukan dalam
satu kesatuan tersebut. Proses-proses baru dapat juga dikonstruksi (dibentuk)
dengan cara mengkoordinasi proses-proses yang sudah ada. Bila hal tersebut menjadi
suatu proses sendiri untuk ditransformasikan oleh suatu aksi, maka dikatakan
proses itu telah dienkapsulasikan menjadi suatu objek. Jadi, enkapsulasi (encapsulation)
merupakan suatu transformasi mental dari suatu proses pada suatu objek
kognitif, dengan indikasinya seorang individu melakukan refleksi pada penerapan
operasi untuk proses tertentu, menjadi sadar terhadap proses secara totalitas
bahwa ternyata transformasi (apakah aksi atau proses) dapat dilakukan dan
dikonstruk secara nyata sebagai transformasi. Contohnya, siswa mampu untuk mencari himpunan
penyelesaian dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel hanya dengan sketsa
grafiknya. Serta mampu menentukan himpunan penyelesaian dengan melihat persamaan
linear pembentuk Sistem Persamaan Linear Dua Variabelnya dengan berdasar pada
sifat atau teorema yang berlaku.
Skema (Schema)
Skema didefinisikan oleh Ed.
Dubinsky (2001: 3) sebagai berikut:
A schema for a certain mathematical concept in an
individual‟s collection of actions, processes, objects, and
other schemas which are linked by some general principles to
form a framework in the individual‟s mind that may be brought to bear upon a problem situation involving that
concept.
Skema (Schema) adalah
kumpulan aksi, proses, objek dan mungkin skema lain yang dihubungkan dengan
beberapa prinsip umum untuk membentuk kerangka berpikir siswa dalam
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konsep yang dipelajarinya.
Konstruksi yang mengaitkan aksi, proses, objek
yang terpisah untuk objek tertentu sehingga menghasilkan suatu skema tertentu
disebut tematisasi. Contohnya, siswa mampu mencari himpunan penyelesaian dari
Masalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. dengan mengintegrasikan,
definisi, teorema, dan metode-metode penyelesaian, serta pengetahuan tentang
konsep persamaan linear yang telah mereka dapat sebelumnya.
Skema dapat digambarkan sebagai
berikut:
|
Dalam makalahnya, Dubinsky (dalam
Fitriana, 2013 : 37) menulis : “APOS Theory can be used directly in the analysis of data by a researcher. In very fine
grained analysis, the researcher can compare the success or failure of students
on a mathematical task with the specific mental construction they may or may
not have made,”
Teori APOS ini dapat digunakan
untuk menganalisis struktur kognitif siswa dalam memahami suatu konsep.
Gaya Belajar
Menurut De Porter dan Hernacki (2003:110), gaya
belajar merupakan kombinasi dari bagaimana peserta didik menyerap dan kemudian
mengatur serta mengolah informasi. Sedangkan Nasution (2010:48) berpendapat
bahwa gaya belajar merupakan
kecenderungan peserta didik untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam
belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan
belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan
dari mata pelajaran.
Dari beberapa pendapat
di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah kecenderungan peserta
didik untuk mengadaptasi cara tertentu dalam menyerap dan mengatur serta
mengolah informasi.
Gaya belajar seseorang menentukan bagaimana dia bisa
menyerap sesuatu melaui inderanya diantara panca inderanya, indera mana yang
lebih berkembang pada saat prose belajar tersebut berlangsung. Kaitannya dengan
mata pelajaran matematika siswa di tuntut memiliki keterampilan menggunakan rumus
dan keterampilan tertentu adalah unsur yang berperan dalam menentukan kemampuan
siswa dalam menyelesaikan dan manyerap materi pelajaran tersebut. Matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang dikenal para siswa semenjak sekolah
dasar, dimana pengajarannya bersifat bertahap mulai dari mengenal angka,
menghafal rumus sampai langkah- langkah yang digunakan untuk menyelesaikan soal
yang diberikan. Pada jenjang SMP dan SMA pun mata pelajaran ini tetap diberikan
dan cenderung lebih kompleks sehingga beberapa siswa tetap mengalami kesulitan
dalam menyerap mata pelajaran tersebut.
Gaya belajar seseorang
adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta
mengolah informasi. Jika akrab dengan gaya belajar diri sendiri, maka dapat
mengambil langkah-langkah penting untuk membantu diri belajar lebih cepat
sehingga tercipta proses pembelajaran yang optimal. Dengan proses pembelajaran
optimal akan membawa pengaruh yang positif terhadap hasil belajar matematika
siswa.
Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
adalah sistem persamaan yang mengandung paling sedikit sepasang (dua buah)
persamaan linear dengan dua variabel, dimana pangkat tertinggi dari variabelnya
adalah satu. (Zaelani, dkk, 2012:88). Jika
kedua variabel tersebut adalah x dan y, maka bentuk umum persamaan linear dua variabel (SPLDV) dapat
ditulis sebagai berikut:
Dengan a1 , a2, b1, b2
, c1, dan c2
R, a1, b1 , tidak secara
bersama-sama sama dengan 0, a2,
b2 tidak secara bersama-sama
sama dengan 0. Jika c1
= c2 = 0 maka SPLDV disebut
homogen, sedangkan jika c1
0 atau c2
0 maka SPLDV dikatakan tidak homogen. (Ari Y,
2008: 102)
Jika
x = x0 dan y = y0 atau dalam pasangan terurut dapat
dituliskan (x0 ,y0 ) memenuhi sistem persamaan di atas,
berlaku hubungan
Pasangan
terurut (x0 ,y0 ) disebut penyelesaian SPLDV itu dan
himpunan yang beranggotakan penyelesaian SPLDV itu disebut himpunan
penyelesaian. Secara geometri, penyelesaian SPLDV dapat ditafsirkan sebagai
titik potong antara garis lurus g1 : a1x + b1y
=c1 dan g2 : a2x + b2y =c2 .
Penyelesaian dari SPLDV dapat ditentukan dengan beberapa cara, diantaranya
adalah: 1). Metode Grafik 2) Metode
Elimasi 3 ) Metode Subtitusi 4) metode gabungan eliminasi dan subtitusi. (Ari Y, 2008:101)
Dari uraian kajian teori di atas, maka dalam
penelitian ini, peneliti akan menggunakan teori APOS untuk menganalisis tingkat
pemahaman konsep siswa pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
ditinjau dari gaya belajar.
Berikut ini adalah beberapa penelitian relevan yang
juga menggunakan teori APOS untuk menganalisis pemahaman Konsep Siswa maupun
Mahasiswa yaitu:
1. Penelitian yang dilakukan
oleh Laela Fitriana pada tahun 2013 dengan
judul: “Analisis Pemahaman Siswa Mengenai Konsep Limit Fungsi Berdasarkan
Teori APOS Ditinjau dari Gaya Kognitif (Field Dependent dan Field Independent)
di Kelas XI IPA 2 MAN Rejotangan Tahun 2012/2013”.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ummu Sholihah pada
tahun 2016 yang kemudian ditulis dalam artikel penelitian yang berjudul: Analisis Pemahaman Integral Tak tentu
Berdasarkan Teori APOS (Action, Process, Object, Scheme) Pada Mahasiswa Tadris
Matematika (Tmt) Iain Tulungagung.
Adapun indikator
pemahaman konsep berdasarkan teori APOS pada penelitian ini adalah :
1. Tahap Aksi
Indikator pemahaman konsep pada tahap aksi adalah :
a.
Mampu
mendefenisikan pengertian persamaan linear dua variabel
b.
Mampu membedakan
contoh dan bukan contoh Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
c.
Mampu
mensubtitusi nilai tertentu ke dalam suatu Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
untuk menguji nilai tersebut, apakah termasuk Himpunan Penyelesaian atau bukan
himpunan Penyelesaian.
2. Tahap Proses
Indikator pemahaman konsep
pada tahap proses ini adalah :
a.
Mampu menentukan
himpunan penyelesaian Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel
b.
Mampu menggunakan metode lain yang belum pernah
diajarkan untuk menentukan himpunan penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel.
3. Tahap Objek
Indikator pemahaman pada
tahap objek adalah :
a. Mampu menentukan himpunan penyelesaian dari sistem
persamaan linear dua variabel dari grafik yang diberikan
b. Mampu menentukan himpunan penyelesaian dari Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel berdasarkan karakteristik dari sistem persamaan
Linear Dua Variabel yang diberikan
4. Tahap Skema
Indikator pemahaman pada
tahap Skema adalah :
a. Mampu mengubah kalimat verbal ke dalam kalimat Matematika dengan
membuat model matematika dari masalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel,
b. Mampu menggunakan konsep serta prosedur dalam menyelesaikan
soal cerita Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel
c. Mampu menggunakan, dan memilih prosedur tertentu untuk
menyelesaikan soal Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dengan tepat sesuai
dengan prosedur.
d. Mampu menyelesaikan model Matematika yang telah terbentuk dengan
menggunakan aksi, proses, objek, dan skema lain dari suatu permasalahan, serta
mampu merefleksi tentang cara-cara yang telah digunakan untuk menyelesaikan
masalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
2. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu mengungkapkan gambaran masalah yang terjadi
pada saat penelitian ini berlangsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan
fakta aktual tentang pemahaman konsep sistem persamaan linear dua variabel jika
ditinjau dari gaya belajar siswa.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Pallangga
Kabupaten Gowa pada tanggal 21 November sampai dengan tanggal 2 Desember 2016.
Defenisi Operasional Variabel.
Penelitian
ini mengkaji tentang pemahaman konsep berdasarkan teori APOS, jika ditinjau
dari gaya belajar. Adapun penjelasan dari variabel-variabel ini adalah sebagai
berikut:
1.
Pemahaman Konsep
adalah sebagai kemampuan siswa untuk mengkonstruksi dan merekonstruksi kembali
aksi, proses, dan objek matematika serta mengorganisasikannya dalam struktur
kognitif (skema) yang digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan tentang
konsep Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
2.
Teori APOS adalah
suatu teori yang digunakan untuk menganalisis struktur
kognitif siswa dalam memahami suatu konsep, yang terdiri atas tahap aksi,
proses, Objek dan Skema
3.
Gaya Belajar
adalah gaya belajar adalah kecenderungan peserta didik untuk mengadaptasi cara
tertentu dalam menyerap dan mengatur serta mengolah informasi. Gaya belajar
yang dimaksud dalam penelitian terdiri atas tiga jenis yaitu: gaya Visual, gaya
Auditori, dan Gaya Kinestetik.
Subjek Penelitian
Subyek penelitian dalam tulisan ini, adalah 3 (tiga)
orang siswa kelas X MIA 1 SMAN 1 Pallangga. Adapun langkah-langkah
pengambilan subjek penelitian yaitu :
menetapkan kelas X MIA 1 sebagai kelas penelitian dengan alasan bahwa kelas ini
telah mempelajari materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel dan kegiatan
siswa kelas X tidak terlalu padat sehingga memudahkan untuk melakukan
wawancara. Selanjutnya, peneliti memberikan angket gaya belajar berupa pernyataan-pernyataan
yang berkaitan dengan gaya belajar kepada siswa kelas X MIA 1. Langkah ini
dimaksudkan untuk memilih siswa yang mempunyai gaya belajar visual, auditori,
dan kinestetik. Gaya belajar ini yang menjadi tinjauan peneliti dalam menganalisis pemahaman konsep
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Setelah hasil angket di analisis, maka
dipilih 3 orang dari kelas X MIA 1 sebagai subjek penelitian yaitu, satu orang bergaya
belajar visual, satu orang bergaya belajar auditori dan satu orang bergaya
belajar kinestetik. Subjek penelitian
yang dipilih juga mempertimbangkan saran dari guru mata pelajaran dan wali
kelas, yaitu dipilih subjek penelitian yang dapat mengkomunikasikan/ mengekspresikan
pendapatnya dan bersedia untuk berpartisipasi dalam pengambilan data selama
penelitian.
Instrumen Penelitian
Instrumen
penelitian pada penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai perencana,
pelaksana , pengumpul data, penganalisis, penafsir data dan menjadi pelapor
hasil penelitian. Instrumen penelitian pendukung lainnya adalah angket gaya
belajar, pedoman wawancara, dan tugas tentang pemahaman konsep siswa dalam
materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui wawancara
berbasis tugas, dimana sebelumnya telah dipilih subjek penelitian
berdasarkan hasil analisis data angket gaya belajar. Instrumen
utama dalam penelitian ini
adalah peneliti dengan instrumen bantu: (1) angket gaya belajar siswa,
(2) lembar tugas tentang materi Sistem Persamaan Linear
Dua Variabel, (3) pedoman wawancara, disusun
untuk mempermudah peneliti saat kegiatan wawancara berlangsung. Validasi
data dilakukan dengan teknik
triangulasi dimana dalam penelitian ini
menggunakan triangulasi
waktu, yakni membandingkan data
hasil wawancara pertama dengan
hasil wawancara kedua untuk
setiap subyek penelitian. Apabila
hasil wawancara pertama dan
kedua menunjukkan data yang
konsisten, maka data yang
diperoleh valid. Tetapi jika
tidak ada data
yang konsisten dari wawancara
pertama dan kedua maka
diperlukan wawancara
ketiga, kemudian membandingkan hasil
wawancara pertama dan ketiga
dengan wawancara kedua dan ketiga, untuk memilih data
yang konsisten, sehingga data
yang diperoleh tersebut valid.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data
kualitatif yang dianalisis secara deskriptif. Data yang telah terkumpul berupa
hasil transkrip wawancara dan hasil tugas pemecahan masalah matematika
selanjutnya dianalisis. Teknik analisis
data yang digunakan meliputi:
menelaah seluruh data, reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan / verifikasi data.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian
ini dilakukan di kelas X SMA Negeri 1 Pallangga dengan kelas penelitian kelas X
MIA 1 yang berjumlah 36 orang. Kelas ini dipilih berdasarkan pertimbangan guru
yang diungkapkan pada saat pertemuan awal dengan peneliti yaitu kelas X MIA 1
telah mempelajari materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel pada mata
pelajaran Matematika Peminatan. Guru Mata Pelajaran Matematika Peminatan yang
bersangkutan juga menyarankan untuk memilih kelas X MIA 1 karena beliau
mengenal dengan relatif baik kelas X MIA 1,dimana beliau menjadi wali kelasnya.
Selanjutnya, pada pertemuan di kelas, peneliti
memberikan angket gaya belajar. Setelah itu, peneliti kemudian menganalisis
angket gaya belajar tersebut.
Berdasarkan data
skor angket gaya belajar
siswa yang terkumpul,
diperoleh bahwa di kelas X MIA 1 yang
terdiri atas 36 siswa mempunyai gaya belajar berbeda-beda, 11 orang bergaya
belajar visual, 15 orang bergaya belajar auditori dan 10 orang bergaya belajar
kinestetik. Dari hasil angket tersebut, dipilih 3 orang subjek penelitian. Tiga orang yang dipilih tersebut berdasarkan
dari diskusi peneliti dengan guru mata pelajaran, dimana mereka dipilih karena
alasan kesediaannya untuk diwawancarai serta kemampuannya dalam mengemukakan
pendapatnya. Tiga orang subjek penelitian tersebut masing-masing mewakili gaya
belajar yang berbeda-beda. Satu orang subjek bergaya belajar visual, satu orang
bergaya belajar auditori dan satu orang bergaya belajar kinestetik.
Pada tahap selanjutnya, subjek penelitian yang telah
dipilih diberi tugas tentang Sistem Persamaan Linear Dua Variabel yang terdiri
atas 4 nomor. Tugas yang diberikan terdiri atas pertanyaan yang berkaitan
dengan defenisi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, contoh Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel, Himpunan Penyelesaian SPLDV, serta Pemecahan masalah dalam
soal cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Selanjutnya dillakukan
wawancara dengan triangulasi waktu, yaitu wawancara dilakukan sebanyak 2 kali
untuk memperoleh data yang valid.
Sebagaimana dijelaskan dalam kajian
teori bahwa teori APOS adalah elaborasi tentang konstruksi mental dari aksi,
proses, objek, dan skema. Berikut penjelasan dan analisis berkaiatan dengan
tahapan-tahapan teori APOS yaitu yang meliputi aksi (Action), Proses
(Process), Objek (Object), dan Skema (Schema).
Tahap Aksi
Tahapan aksi merupakan suatu
aktivitas berupa pengulangan fisik atau manipulasi mental yang mendasarkan pada
beberapa algoritma secara eksplisit. Aksi ini merupakan reaksi dari rangsangan
yang subjek terima dari dari eksternal. Aksi dapat dimaksudkan sebagai
transformasi fisik atau mental dari objek untuk memperoleh objek lain.
Pemahaman siswa pada tahap aksi ini sebagai berikut:
a. Siswa
bergaya belajar visual hanya mampu 2) Membedakan contoh dan bukan contoh Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel 3). Mensubtitusi nilai tertentu ke dalam sutu
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel untuk menguji nilai tersebut, apaka
termasuk Himpunan Penyelesaian atau bukan himpunan Penyelesaian.
b. Siswa
bergaya belajar auditori mampu 1) Mendefenisikan pengertian persamaan linear dua
variabel 2) membedakan contoh dan bukan contoh Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel.
c. Siswa
bergaya belajar kinestetik mampu 1) mendefenisikan
pengertian persamaan linear dua variabel 2) membedakan contoh dan bukan contoh
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel 3). mensubtitusi nilai tertentu ke dalam
sutu Sistem Persamaan Linear Dua Variabel untuk menguji nilai tersebut, apakah
termasuk Himpunan Penyelesaian atau bukan himpunan Penyelesaian.
Tahap Proses
Apabila aksi dilakukan secara
berulang, dan dilakukan refleksi atas aksi itu, maka aksi-aksi tersebut
diinteriorisasi menjadi proses, yaitu suatu konstruksi internal yang
dilakukan pada aksi yang sama tetapi tidak perlu langsung dari rangsangan
eksternal. Pemahaman siswa berdasarkan teori APOS pada tahap aksi ke Proses (Interiosasi)
sebagai berikut:
a.
Siswa bergaya belajar visual mampu:
menentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel, namun
belum mampu menggunakan metode lain untuk menentukan Himpunan Penyelesaian dari
Sistem Persamaam Linear Dua Variabel.
b.
Siswa bergaya belajar auditori
mampu: 1) menentukan himpunan
penyelesaian sistem persamaan linear dua
variabel, 2) menggunakan metode lain yang belum pernah diajarkan untuk
menentukan himpunan penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, namun
belum maksimal dalam menggunakan metode tersebut
c.
Siswa bergaya belajar kinestetik
mampu: 1) menentukan himpunan
penyelesaian sistem persamaan linear dua
variabel, 2) menggunakan metode lain yang belum pernah diajarkan untuk
menentukan himpunan penyelesaian Sistem Persamaan Linear Dua Variabel, namun
belum dapat menyelesaikan soal dengan tepat.
Tahap Objek
Pemahaman mahasiswa berdasarkan
teori APOS pada tahap ini sebagai berikut:
a.
Siswa bergaya belajar visual mampu:
1). menentukan himpunan penyelesaian dari
sistem persamaan linear dua variabel namun, tapi tanpa menganalisis grafik. 2).
menentukan himpunan penyelesaian dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
berdasarkan karakteristik dari sistem persamaan Linear Dua Variabel yang
diberikan.
b.
Siswa bergaya belajar auditori hanya
mampu menentukan himpunan penyelesaian
dari Sistem Persamaan Linear Dua Variabel berdasarkan karakteristik dari sistem
persamaan Linear Dua Variabel yang diberikan.
c.
Siswa bergaya belajar kinestetik
mampu: 1). menentukan himpunan
penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel tapi tidak memperhatikan
grafik yang diberikan 2).Menentukan himpunan penyelesaian dari Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel berdasarkan karakteristik dari sistem persamaan Linear Dua
Variabel yang diberikan. Namun jawaban yang dikemukakan
tidak tersusun dengan baik.
Tahap Skema
Tahap ini terlihat jika siswa mampu
menyelesaikan semua soal dengan benar, maka siswa sudah berada pada tahapan
skema (schema).
Berdasarkan data, pemahaman
mahasiswa berdasarkan teori APOS pada
tahap skema (scheme) sebagai
berikut:
a. Mahasiswa bergaya belajar visual
mampu: a) menggunakan konsep serta
prosedur dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, b)
menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur tertentu dengan menyelesaikan
soal dengan tepat sesuai dengan prosedur,
b. Mahasiswa bergaya belajar auditori
sudah mampu: a) merubah kalimat verbal ke dalam kalimat Matematika, namun belum
sempurna. b) menggunakan konsep serta prosedur dalam menyelesaikan soal yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, c) menggunakan, memanfaatkan dan
memilih prosedur tertentu dengan menyelesaikan soal dengan tepat sesuai dengan
prosedur,
c. Mahasiswa bergaya belajar
kinestetik mampu: a) merubah kalimat verbal ke dalam kalimatMatematika, b) menggunakan konsep serta prosedur
dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, c) menggunakan, memanfaatkan dan
memilih prosedur tertentu dengan menyelesaikan soal dengan tepat sesuai dengan
prosedur.
Berdasarkan hasil pekerjaan tertulis,
hasil wawancara, dan analisis data, penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahap
aksi (action) , siswa yang bergaya belajar visual hanya memenuhi 2
indikator dari 3 indikator pemahaman, siswa yang bergaya belajar auditori juga
hanya memenuhi 2 indikator dari tiga indikator pemahaman, sedangkan yang
bergaya belajar kinestetik memenuhi semua indikator pemahaman.
Pada tahap proses, siswa bergaya
belajar visual hanya memenuhi satu
indikator pemahaman dari 2 indikator pemahaman yaitu indikator pertama, siswa
yang bergaya belajar auditori memenuhi kedua indikator, namun pada indikator
kedua, belum menunjukkan hasil yang maksimal. sedangkan pada siswa bergaya
belajar kinestetik juga memenuhi 2
indikator pemahaman, namun jawaban belum sempurna.
Pada tahap objek, siswa bergaya belajar visual memenuhi semua indikator
pemahaman namun jawaban belum sempurna, siswa bergaya belajar auditori hanya
memenuhi 1 indikator pemahaman dari 2
indikator yaitu indikator ke 2 sedangkan pada siswa yang bergaya belajar
kinestetik memenuhi semua indikator pemahaman tapi jawaban yang dikemukakan
belum sempurna.
Pada tahap skema (scheme),
siswa dengan gaya belajar visual memenuhi 2 indikator pemahaman dari 4
indikator pemahaman, sedangkan siswa dengan gaya belajar auditori memenuhi 3
indikator dari 4 indikator, dan siswa dengan gaya belajar kinestetik juga
memenuhi 3 indikator dari 4 indikator pemahaman.
Melalui wawancara pertama dan
kedua, siswa mengungkapkan bahwa terdapat beberapa kendala yaitu siswa belum
terbiasa menggunakan metode lain selain yang diajarkan guru dalam menyelesaikan
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Untuk soal terakhir, siswa tidak mampu
mengatur waktu dengan baik sehingga tidak mampu menyelesaikan soal yang
diberikan. Siswa masih selalu terpaku pada contoh soal yang diberikan oleh
guru.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat
dibuat kesimpulan sebagai berikut :
1) Pemahaman Konsep Siswa dengan gaya belajar visual di
kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 Pallangga
berdasarkan teori APOS yaitu berada pada tahap aksi.
2) Pemahaman Konsep Siswa dengan gaya belajar auditori di
kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 Pallangga berdasarkan
teori APOS berada pada tahap proses, namun menunjukkan kegagalan pada tahap
aksi 3). Pemahaman Konsep Siswa dengan gaya belajar kinestetik di kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 Pallangga berdasarkan
teori APOS berada pada tahap objek tapi menunjukkan
kegagalan pada tahap proses.
5.
REFERENSI
Ari Y, Rosihan, 2008. Persfektif Matematika 1. Solo : PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Bahar, E. Ekafitria. 2012. Analisis pemahaman mahasiswa terhadap Konsep
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Di satu Titik. Tesis. Makassar : Universitas Negeri Makassar.
Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta
Dubinsky, Ed. 2000, Using a Theory
of Learning in College Mathematics Course, (Online), http:
//www.bham.ac.uk/ctimath/Talum 12. htm or http:/www.telri ac.uk/ (diakses
20 November 2016).
Dubinsky. Ed. & McDonal. 2001. APOS:
A Constructivist Theory of Learning in Undergraduate Mathematics Education
Research.(Online), http://trident.msc.kent.edu/~edd/ICMIPaper.pdf). diakses
20 November 2016)
Fitriana,
Laela.2013.“Analisis Pemahaman Siswa Mengenai Konsep Limit Fungsi
Berdasarkan Teori APOS Ditinjau dari Gaya Kognitif (Field Dependent dan Field
Independent) di Kelas XI IPA 2 MAN Rejotangan Tahun 2012/2013”. Skripsi. Online.
Tulungagung: Program Studi Tadris Matematika, Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi
Agama Islam (STAIN) Tulungagung. Diakses pada tanggal 21 November 2016.
Marpiyanti. 2012. “Peningkatan Pemahaman Konsep dan penalaran Matematika Melalui
Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri Topoyo”.
Tesis. Makassar : Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar.
Russefendi. 2006. Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika
untuk Meningkatkan CBSA. Bandung :Tarsito.
Samsuddin. 2013. Analisis Kemampuan Memahami Materi Persamaan dan Peridaksamaan Linear
Satu Variabel (Studi Pada Siswa Kelas VII Bilingual SMP Negeri 2 Maros.
Tesis. Makassar : Universitas Negeri Makassar.
Santrock, John W. 2007. Psikologi
Pendidikan. Jakarta :Kencana.
Sholihah, Ummu. 2016. Analisis Pemahaman Integral Taktentu
Berdasarkan Teori APOS (Action, Process, Object, Scheme) Pada Mahasiswa Tadris
Matematika (Tmt) Iain Tulungagung. (Sebuah Artikel Penelitian dari Jurnal
Cendekia Vol. 14 No. 1, Januari - Juni 2016). Online. Diakses tanggal 22
November 2016.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Suherman, Erman.
Dkk. 2001 Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA.
De
Porter, Bobbi dan Hernacki, Mike. 2003. Quantum
Learning (Terjemahan). Bandung :
Kaifa.
Nasution,
2010. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Winkel. 2004. Psikologi Pengajaran. Jogjakarta: Media
Abadi.
Zaelani, A. dkk.
2012. 1700 Bank Soal Matematika untuk SMA/MA. Bandung : Yrama Widya.
Ngalim Purwanto, Prinsip – prinsip
dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008) hal.43
Hamzah B. Uno. Orientasi Baru dalam
Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 185 22 James W.
Keefe, Learning Style Theory & Practice, (Virginia: National
Association of Secondary School Principals, 1987), hal. 3-4
45 Erman Suherman et. al, Stategi Pembelajaran
Matematika…, hal 15-16 46 Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di
Indonesia (Jakarta: Direktorat Jendral DIKTI, DEPDIKNAS, 2000), hal. 11 47
Erman Suherman et. al, Stategi Pembelajaran Matematika…, hal.16
Dahar, Ratna Wilis. 2010. Teori-Teori
Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga.
Skemp, R. 1987. The
Psychology of Learning Mathematics. Expanded American Edition. New Jersey:
Lawrence Elbaum Associates Publishers
Suherman, Erman, dkk. 2003.
Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Malang: IMSTEP JICA.
Abstract
Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan mendeskripsikan pemahaman konsep siswa pada materi Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel di kelas X SMA Negeri 1 Pallangga. Subjek penelitian ini adalah tiga
orang siswa dari siswa X MIA 1 yang berjumlah 36 orang. Pemilihan subjek
penelitian didasarkan pada hasil analisis angket gaya belajar siswa. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah pemberian angket angket gaya belajar, dan pemberian tugas
pemahaman konsep Sistem Persamaan Linear Dua Variabel serta wawancara
terstruktur. Data dianalisis dengan
teknik analisis data deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan
(1)subjek kategori gaya visual memiliki
kemampuan pada indicator pemahaman konsep yaitu pada tahap aksi, dan penguasaaan
objek. 2). Subjek kategori gaya auditori memiliki pemahaman konsep pada tahap
aksi, proses, dan objek yang baik. (3).
Subjek dengan gaya belajar kinestetik memiliki kemampuan memahami konsep
mulai dari tahap aksi sampai tahap skema, namun pada tahap aksi dan skema masih perlu bimbingan guru. Berdasarkan hasil
penelitian ini, kemampuan memahami siswa
dapat dijadikan acuan dalam memilih dan mengembangkan model pembelajaran untuk
diterapkan di dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman
siswa khususnya pada materi Sistem Persamaan Linear Dua variabel
Kata kunci: konsep,
pemahaman, Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
assalamualaikum. kakak saya email kakak yah.
BalasHapusdiperlukan
BalasHapus